Singgah Lima Menit

Lisa
Chapter #5

Rama lagi sensi

Adimas menoleh pada Gemintang, sedari tadi cewek itu terlihat gusar, hingga mengakibatkan kursinya yang berdecit, dan tentu mengundang banyak pasang mata, karena satu alasan terganggu. Adimas ingin menegur, tetapi Pak Mus sedang dalam mode diam, serius dan tidak main-main. Ingin mengode, tetapi cewek itu tak tentu arah pandangnya. Sampai tiba-tiba, Hp pak Mus berdering dan dia segera beranjak keluar ruangan.

“Lo laper?” tanya Adimas.

Gemintang tersadar. “Gak Kak, masih kenyang.”

“Oh. Pindah di kursi gue aja, ya.”

“Kenapa Kak?”

“Pengen aja,” balas Adimas.

“Tapi, kenapa Kak?”

“Pengen aja.”

“Tapi—“

“Gue gak mau Pak Mus jutekin Lo!”

“Kok bisa?” heran Gemintang.

“Hehe, kursi Lo bawel soalnya,” kekeh Adimas, lalu memberi isyarat cepat untuk Gemintang berpindah posisi dengannya.

Setelahnya, Pak Mus pun muncul dengan wajah semakin ditekuk. Dia kemudian merapikan laptop dan buku yang dikeluarkan tadi, lalu kembali dimasukkan ke dalam tas.

“Saya rasa hari ini cukup, meski ada sekitar dua puluh lima menit lagi. Tapi karena urusan yang tiba-tiba, dan mengharuskan saya yang hadir, jadi tolong asisten saya bertanggung jawab. Saya sudah mengirimkan tugas di email, jadi nanti langsung infokan kepada teman-temanya. Terima kasih banyak untuk hari ini. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, dan See you.”

“Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”

Setelah Pak Mus keluar. Barulah Adimas maju ke depan, dan semua mata memandang padanya. Adimas sedikit gugup, Maba sungguh meresahkan mentalnya. Ituloh, bisikan-bisikan, dari cewek-cewek yang membuatnya tak fokus. Harusnya tidak berlebihan, apa katanya, “Gila, Kak Adimas asisten Dosen! Senggol dong!” yang ada disenggol beneran.

Gemintang sampai melongo, Adimas yang ternyata adalah asisten dosen benar-benar sebuah kejutan. Apalagi selanjutnya, ampun, Rena dan Kiya saling pandang dengan raut yang semakin kagum.

“Kayaknya pada kaget, ya. Sorry hehehe. Sebelumnya mau kasih tau aja nih, gue nggak sepintar yang kalian bayangkan, beruntung doang gue!” jelas Adimas.

“Udah tau sih, Kak,” sahut Fauzi.

“Wah mantap brother. Nama Lo siapa?”

“Fauzi.”

“Oh, yang suka tidur, kan?”

“Hahaha, nggak salah lagi,” jawab Fauzi membuat seisi kelas tertawa.

“Tau dari mana?”

“Ada. Dari senior lain.”

“Oh, ya? Siapa kalo boleh tau?” kata Adimas penasaran.

“Senior Rama, Kak “

“Oh, si jutek!” tambah Adimas.

Oh, si jutek. Kak Rama, emang terkenal juteknya, Gemintang tersenyum ketika bayangan wajah Rama, kalau lagi marah-marah. Tapi, lucu.

“Tapi hebat loh dia, kenal dari mana?” tanya Adimas sibuk dengan Fauzi, sedangkan Mahasiswa lain hanya ikut mendengarkan.

“Dari Ormawa pencak silat Kak.”

“Oh, oke, kita skip. Gue santai aja, tugas dari Pak Mus ini gampang kok, karena ini video dokumentasi, sekali lagi kalian harus terbiasa. Sekreatif-nya kalian aja, yang terpenting ada wajah kalian dan suara. Gue nggak terima kalo suaranya doang, dan itu perintah Pak Mus juga, dan—

“Deadline-nya Kak, maaf...,” potong Gemintang dengan suara pelan.

“Rajin banget, langsung nanya deadline,” tutur Adimas melempar senyum pada Gemintang. Sialnya, bukan hanya Gemintang yang terpesona, tak terkecuali para cewek-cewek di ruangan ini, Adimas meresahkan pokoknya.

“Oke lanjut, nanti gue langsung kirim ke grup aja. Warning, baca dulu baru bertanya, kalo ada yang aneh-aneh gue bakal skip. Dan deadline-nya itu besok pagi jam 07 : 00 kirim ke email gue, entar sebar di grup. Ada pertanyaan setelah penjelasan gue?”

“Kak.” Rana tersenyum ketika Adimas langsung berjalan ke arahnya.

“Yes, ada pertanyaan?”

Lihat selengkapnya