"Pukul tujuh, ya, seperti biasa. Ada Rama juga kok, kamu gak usah khawatir," begitu pesan Pak Darman, sang dosen pembina UKM Kewirausahaan tercinta, saat Gemintang diminta menemuinya di kampus siang tadi.
Meski masih enggan untuk melihat wajah si kakak tingkat menyebalkan itu, Gemintang tetap harus menurut atas permintaan Pak Darman.
Rasanya siang tadi saat di kampus, dia sangat nyaman untuk bersikap tenang dan ramah di depan teman-teman. Namun, begitu membayangkan sebentar lagi harus berurusan dengan Rama dan sikap ketus lelaki itu, dia tiba-tiba ikut naik darah.
"Permisi, Kak." Gemintang asal membuka pintu, menutup kembali, dan memasuki toko. Sekilas matanya menangkap Rama yang duduk di kursi panjang belakang meja kasir—seperti biasa—entah sejak kapan, tetapi perhatian kemudian direbut begitu saja oleh anak lelaki yang langsung berlari menghampiri.
"Kalau hari ini, Bi bisa bermain bersama?" Dia berhenti tepat di depan gadis itu, sambil mengangkat senyuman tinggi-tinggi di bibir.
Sudut bibir Gemintang ikut mengembang dengan semangat. "Tentu."
Anak lelaki itu langsung berlari ke arah kasir, membuka salah satu laci, dan mengeluarkan beberapa tumpuk kertas. Penasaran, Gemintang menghampiri dan memeriksanya. “Apa itu?”
“Sisa kertas struk. Rama bilang, boleh digunakan untuk bermain.” Dia mencari sesuatu lagi, kemudian mengeluarkan beberapa bolpoin beragam warna. “Memang hanya kecil-kecil, tapi kita bisa menggambar di sini, lho.”
Gemintang menerima sebagian bolpoin yang disodorkan anak lelaki itu. “Oke, kalo gitu gue bakal tunjukin sesuatu menarik.”
Sumringah anak lelaki itu merekah kian lebar begitu mendapati Gemintang serius dengan beberapa lembar kertas dan bolpoin warna-warni. Dia tak mau kalah, sibuk menggores tinta dengan hati-hati agar mendapatkan gambar sebaik mungkin.
Gemintang tak mempermasalahkan berapa menit telah berlalu, bahkan jemarinya mulai nyeri untuk tetap memegang bolpoin. Namun, dia terus mengambil kertas baru dan menggambar sesuatu yang lain.
"Selesai! Lihat ini!" Gemintang akhirnya bisa bernapas lega, sambil dengan bangga menunjukkan beberapa kertas kecil itu pada si anak lelaki.
Mendapati senyuman manis dan antusias lagi-lagi terlukis di paras menggemaskan anak lelaki itu, Gemintang makin bersemangat. Barusan, dia membuat sebuah cerita bergambar. "Peri kecil yang baik, mendatangi seorang anak di malam ulang tahunnya."
Itu sebuah kisah klise yang Gemintang dengar dari Bunda, pengantar tidur yang selalu dibacakan kepada sang putra putri sebelum tidur, hingga sang kakak cukup besar untuk mengingat dan menggantikan posisi untuk membacakannya. Kini, giliran Gemintang yang melanjutkan benang merah perjalanan cerita sederhana itu.
Peri itu memberikan satu permintaan. Sang anak kemudian meminta bertemu dengan sang ibunda kembali. Peri berjanji akan menepati apabila anak itu menanti hingga tiga bulan purnama.