Singgah Lima Menit

Lisa
Chapter #7

Terjual

"Bi! Aku membawa teman!" Daluang semangat menggandeng seorang atma lain sambil berlari kecil menghampiri gadis itu.

Gemintang menoleh. Seseorang yang di samping Daluang, seketika membuat matanya terbelalak. Dia menyerupai lelaki 15 tahun, dengan wajah masih agak bulat, tetapi sudah cukup tampan. Senyuman kecil yang diusung tampak sangat menawan, berpadu dengan rambut gelombang kecil rapi, setelan pakaian sederhana yang bersih, dan perawakan penuh tata krama. Bak seorang bangsawan.

Entah mengapa, dia langsung mengingatkan Gemintang akan sesuatu. Gadis itu bergegas mengedar pandangan ke rak-rak toko, kemudian menangkap sebuah barang bekas yang memancarkan aura sebelas dua belas. "Lu atma dari celengan tanah liat itu?"

Dia mengangguk kecil, membuat cahaya hangat menyilaukan yang indah seolah-olah memancar di belakangnya. Kian sulit Gemintang untuk mengalihkan pandangan.

Celengan dari tanah liat itu berbentuk panda merah yang memegang sehelai daun bambu. Goresan warna merah kecoklatan dan beberapa bagian putih di wajah bulatnya, dipoles mengkilap. Belum lagi semburat hitam di perut dan kaki, menambah elegan.

"Beneran, indah banget …." Gemintang tak tahan untuk terus berdecak kagum. Lebih lagi saat atma tersebut tersanjung dan menunjukkan senyuman yang makin menawan, rasanya gadis itu enggan mengalihkan perhatian.

"Lu—eh, enggak … mau nama?"

Dia makin berseri-seri. "Tentu!"

Senyuman Gemintang ikut mengembang lebar. Kian lama berada di dekat mereka, dia makin menyadari bahwa atma sangatlah tulus. Dia sungguh tertawa, tanpa menutupi apa pun seperti halnya manusia yang terkadang sibuk memakai topeng untuk menyembunyikan dusta.

Di saat itu pula, Gemintang memahami, atma benar-benar perwujudan dari barang bekas. Tiap kali si lelaki mengukir tersenyum, celengan panda merah tanah liat itu juga akan ikut bersinar, menjadi kian elok dipandang.

Suhu udara ruangan tanpa sadar sudah sedikit menurun. Bunyi khas decitan kayu, sedikit memecah dinginnya pelataran Singgah Lima Menit di malam hari. Jarum jam panjang telah berputar hampir setengah lingkaran semenjak pintu terakhir kali dibuka.

"Kak Rama, udah balik?" Gemintang spontan menatap pemuda itu, dia mendadak lebih bersemangat daripada sebelumnya. "Ternyata atma itu luar biasa, ya? Kalo Daluang masukin koin ke celengan, Gana ngerasa berat, lho. Binara yang rupawan juga tahu kalo dirinya cantik dan suka eksis banget. Terus tadi waktu Damaru cerita banyak hal, Liwa mau dengerin dengan baik banget. Juga, Dayang pas ngelihatin rak di toko—”

"Bentar, bentar!" Rama sedikit berteriak. Dia mengerutkan alis selagi garis wajahnya sudah cukup berkerut menunjukkan tanda-tanda amarah, "Lu ngasih nama buat semua atma?"

Lihat selengkapnya