“Gue gak baper, gue gak baper, gue gak baper.”
Asal meletakkan ransel di sembarang sisi kamar kost, Gemintang kemudian duduk di lantai tepat di samping ranjang dan menjatuhkan kepala ke permukaan empuk kasur dengan kasar. “Gue gak baper!”
Dia merasa benar-benar hilang akal. Senyuman manis Rama dan ucapan terima kasih yang sangat lembut itu beberapa saat lalu, sama sekali tak mau lekang dari pikiran. Sialnya, makin berusaha melupakan, justru kian menempel di benak.
Gemintang mengerang gusar. "Duh … kenapa juga tadi—"
Dering singkat di ponsel mengalihkan perhatian gadis itu. Ada sebuah pesan masuk. Dia segera memeriksanya. Sejurus kemudian, Gemintang bak tersambar petir. Pak Dosen Pembina UKM, Darman Wahid, memintanya untuk menjaga toko malam ini.
"Sial!"
Lima belas menit telah berlalu semenjak Gemintang membalas pesan Pak Darman. Kini ponselnya menjadi sangat dingin lantaran suhu udara rendah di luar ruangan, lebih lagi dia tak menyentuh layarnya sama sekali.
Gemintang berdiri tepat di depan pintu Singgah Lima Menit sejak beberapa saat lalu, tanpa ada niatan untuk memasuki tempat itu sama sekali. Dia benar-benar tak siap untuk bertemu Rama. Bagaimana bila keduanya tiba-tiba menjadi canggung, lebih lagi mereka harus menghabiskan setidaknya tiga jam berada di dalam toko untuk berjaga? Yah, memang ada banyak atma di sana. Namun, sama sekali tidak berbicara dengan Rama, bahkan berlagak seolah pemuda itu tak ada, akan sangat sulit dilakukan.
Kemudian, yang paling meresahkan, bagaimana bila Gemintang salah tingkah di depan Rama? Itu akan sangat memalukan!
Lagi pula, apa maksudnya? Gemintang baru pulang dari Singgah Lima Menit sore tadi, dengan diantar Rama—tidak, lupakan saja bagian ini. Lalu, sekarang dia harus kembali ke tempat itu? Tahu begitu, Gemintang tak perlu pulang! Menyebalkan memang. Mengapa Pak Darman selalu memintanya menjaga toko di malam hari secara mendadak?
Menarik napas dalam-dalam, Gemintang memberanikan diri untuk meraih knop pintu. Dia sangat berat hati, rasa enggan untuk menemui Rama belum juga berkurang. Namun, bila terus mengulurkan waktu, hanya akan membuatnya makin sulit untuk menemui pemuda itu. Lebih lagi, malam ini Pak Darman memintanya untuk menjaga toko dan Gemintang tentu saja tak bisa menolak.
Dengan sangat pelan, Gemintang membuka pintu dan membiarkan kepalanya menyembul lebih dulu untuk menengok ke dalam ruangan. “Kak Rama ….”
Gemintang spontan memejam mata erat. Dia sangat takut untuk melihat bagaimana Rama akan bereaksi terhadap kedatangannya. Jika bukan karena bayang-bayang senyuman manis beberapa waktu lalu, Rama tak akan berubah menjadi lelaki menawan di mata Gemintang! Tidak, itu benar-benar tidak boleh! Rama hanyalah kakak tingkat yang ketus dan menyebalkan bagi Gemintang! Tak ada yang lain lagi!
Namun, sepetak ruang itu sunyi. Sampai beberapa detik berlalu, tetap sama sekali tak terdengar suara. Sekadar deru angin yang menghembus melalui celah bangunan, samar-samar menyentuh telinga.
Penasaran, Gemintang lantas memasuki toko lebih dalam dan menutup pintu, kemudian berjalan sambil mengamati sekitar. Sayangnya, dia hanya mendapati beberapa atma di sisi ruang. “Kak Rama?”
“Jika Bi mencari Rama, dia belum datang.” Daluang tiba-tiba sudah berada di belakang gadis itu.