Kembali berjumpa dalam kelas Pak Adi, suasana lebih asyik dari sebelumnya. Sudah saling mengenal, sehingga interaksi pun lebih seru. Sesekali candaan dari kedua senior, yang diladeni oleh Pak Adi. Retorika seorang Adimas yang Gemintang kagumi, lalu Rama yang tidak mau kalah soal berdebat.
“Bukan copy paste kan, Dim?” canda Pak Adi.
“Dikit Pak,” balas Adimas tersenyum.
“Banyak itu Pak!” celetuk Rama.
“Saya lebih percaya Rama, Dim?”
“Terserah Bapak saja,” pasrah Adimas.
Mahasiswa lain ikut tertawa, Adimas juga Rama ditambah Pak Adi, yang layaknya sahabat, padahal ada perbedaan posisi di antara mereka. Meski begitu, kedua senior ini tetap bersikap sopan santun, dan bercanda sesuai porsinya.
Pak Adi terkekeh, “Silahkan dimulai. Bukan cuma kamu yang mau tampil.”
“Siap Pak!” seru Adimas.
Meski sepenuhnya perhatian kini berpusat pada Adimas yang tengah memaparkan makalah perseorangan, lain dengan Gemintang yang justru fokus pada cowok yang duduk jauh di sampingnya. Gemintang memperhatikan Rama sedari tadi. Cowok itu berbicara dengan Fauzi juga Rana. Gemintang teringat pembicaraan Rana semalam mengenai Rama, yang katanya baik, keren dan meski cuek, tapi Rana suka, seketika berpindah haluan ke Rama, tidak lagi pada Adimas, Kiya pun sama, meski Kiya tahu betapa ketusnya Rama di UKM. Sangat kebetulan Rama menoleh, pandangan keduanya bertemu, sampai Rama menyumbang senyuman manis. Gemintang gelagapan, ia dengan cepat memutuskan kontak mata, cukup kagumnya hanya pada Adimas, dan Rama hanya cowok yang suka marah-marah.
Kok gugup sih! Bi, jangan baper, tuh cowok kumat lagi kan? Bintang menunduk malu, benar-benar malu. Sedangkan Rama terlihat biasa saja dan kembali fokus pada Adimas. Kenapa selalu Gemintang yang tidak bisa mengontrol perasaannya.
Nggak baper! Nggak boleh pokoknya! Gemintang menggerutu, Rama selalu seenaknya.
Setelah Adimas, Pak Adi yang melanjutkan dengan menambahkan kesimpulan agar lebih mudah dipahami mahasiswa.
“Semoga apa yang saya sampaikan dapat dipahami dengan baik,” tuturnya, “mengerti kan? Sudah tua juga,” ucap Pak Adi menciptakan tawa dalam kelas.
“Baik. Cukup sekian hari ini, see you next time.”
“Baik Pak. Terima kasih,” serentak para mahasiswa. Barulah kemudian Pak Adi beranjak keluar ruangan.
Satu-persatu mahasiswi berjalan keluar, jangan tanyakan ke mana pandangan Gemintang. Matanya mengikuti pergerakan Rama yang keluar bersama dengan Fauzi. Lalu datang Kiya dan Rana di depannya.
“Udah pergi ih orangnya!” celetuk Rana.
“Siapa sih?” tanya Gemintang sembari membereskan bukunya.
“Kak Rama, hehehe,” jujur Rana.
“Dih, suka beneran lu sama dia?” sahut Gemintang.