Gemintang sungguh menjaga toko sendirian semalaman selama beberapa hari. Tak jarang, dia sambil mengerjakan tugas, mengingat-ingat materi, atau melatih diri untuk menampilkan presentasi di hari berikutnya.
Kelas hari ini adalah tepat seminggu semenjak Rama meninggalkan toko. Lalu, dari hari ke hari selama satu pekan itu, jam istirahat dan tidur Gemintang terus-menerus berkurang.
Berlagak membaca buku, Gemintang menutupi wajah selagi dia menguap. Dia menggaruk rambut tak gatal, memandang sekilas beberapa temannya yang baru saja menyelesaikan presentasi sekaligus sesi tanya jawab di depan kelas.
“Berikutnya, Ibu review sedikit. Tapi, sebelumnya, apa kalian menyadari hubungan materi ini dengan materi sebelumnya?” Beliau mengedarkan pandangan ke seisi kelas, kemudian berhenti di salah satu mahasiswa. “Gemintang?”
Gemintang sangat tersentak. Dia sama sekali tak memiliki tenaga untuk memerhatikan pemaparan materi dari teman-temannya barusan, yang dilakukannya hanyalah berjuang agar tidak tertidur. Alhasil, gadis itu tak bisa menjawab.
Kelas berakhir dalam dua puluh menit kemudian. Dosen meninggalkan ruang dan satu per satu mahasiswa beranjak pula. Gemintang juga sudah selesai merapikan buku-buku ke dalam ranselnya, tetapi dia belum beranjak dari kursi dan justru sangat gusar sendiri.
Kiya menghampiri. “Bintang, lu gak apa-apa?”
“Akhir-akhir ini lu kayak lesu banget, lho.” Rena menyusul di samping gadis itu.
Seketika, Gemintang memasang senyuman meyakinkan dan membuka mata lebar, berlagak semangat. “Enggak! Enggak, kok!” Dia bangkit dari kursi. “Gue gak apa-apa! Sehat banget!”
Sesaat, kedua temannya terlihat curiga, tetapi mereka kemudian mengangguk kecil paham. “Ya, udah kalo gitu. Tapi, jangan maksain diri, ya?” kata Kiya. “Dan … kalo ada apa-apa, ngobrol lah sama kita.”
Gemintang tersenyum lebar mantap, kali ini lebih tulus. “Siap!”