Singgah Lima Menit

Lisa
Chapter #37

Jatuh

Jatuh

Bunyi khas pintu kayu berdecit di Singgah Lima Menit, membuat Gana menoleh. “Rama, kau datang? Agak terlambat daripada biasanya, ya.”

Rama sekadar melirik sekilas atma remaja lelaki itu, sambil menutup pintu. “Gue ada urusan dikit tadi.”

Gana mengangkat alis. “Kau selalu sibuk, ya ….”

“Semua udah kelar, sih, buat saat ini ….” Rama melangkah memasuki ruangan lebih jauh. “Tapi, kenapa rasanya masih ada yang kurang? Ada tugas yang belum gue kerjain kali, ya?” Dia mengecek ponsel.

Sesaat, Gana bertahan hanya memandang pemuda itu. Berharap dia akan segera menyadari dengan sendirinya, tetapi ternyata tak kunjung juga. Perlahan, atma tersebut berujar, “Rama, itu …,” dia menjeda lagi hingga pemuda beralih itu menatapnya, “bukankah karena Bi?”

Rama tiba-tiba menghentikan langkah, terkesiap.

Mengetahui pemuda itu yang kemudian mematung, Gana lantas tertawa kecil, maklum dan memahaminya. “Iya, ‘kan?”

Rama tak mengatakan apa pun, tetapi pandangannya yang tiba-tiba beralih dari Gana dengan wajah mengeras, sudah mengisyaratkan bahwa ucapan atma itu benar. Dia lantas berdecak kesal, kemudian berjalan kembali dan berlalu begitu saja.

Gana menghela napas panjang, memandang pemuda itu yang menjauh darinya. Rama memang cukup sulit untuk dihadapi. Bagi Gana, Rama mungkin lebih membutuhkan waktu sendirian untuk menenangkan diri.

Namun, Rama sama sekali tak kunjung tenang. Kian hari berlalu, dia malah makin terusik oleh perasaan sendiri. Rama sendiri tak tahu, emosi macam apa yang sesungguhnya sedang menggelayutinya—atau mungkin lebih tepatnya dia tidak ingin mengakuinya.

Semenjak Gemintang tak lagi ikut serta dalam kegiatan UKM Kewirausahaan sama sekali, Rama nyaris tak pernah bertemu gadis itu. Belum lagi, Rama juga harus menjaga Singgah Lima Menit tiap malam.

Paling tidak, dia hanya bertemu dengan Gemintang di perkuliahan MKU lantaran mereka berada di kelas yang sama. Namun, bukan berarti di kesempatan itu Rama sempat berbicara dengannya.

Lebih lagi, di kelas itu juga ada Adimas.

Adimas!

Rama mendengus gusar. Dia tak ingin mengakui, tetapi Gemintang saat ini sudah jelas menjadi kian dekat dengan Adimas. Setelah relasi gadis itu dengan UKM Kewirausahaan dan Singgah Lima Menit telah patah, maka yang ada di kehidupan Gemintang hanyalah perkuliahan di kelas—dan kehadiran Adimas.

“Bodo amat.”

Toh, Rama memang ada untuk menjaga toko.

Urusannya adalah dengan Singgah Lima Menit, bukan yang lain.

Sayangnya, walau dia beranggapan begitu, hasrat untuk menjaga toko tak kunjung kembali, dan malah kian habis. Lagi pula, sekarang tak ada lagi atma yang memberontak keluar. Meski Rama tak melakukan apa pun, semua juga akan baik-baik saja.

Kini, mungkin para atma tak perlu dijaga lagi.

Keberadaan Rama di sini, mungkin tak diperlukan lagi.

Tak jauh darinya, Gana sedari tadi memandang pemuda itu lekat dengan khawatir. "Rama—"

Kata-kata atma tersebut terpaksa terhenti saat Rama berdecak kesal—meski bukan padanya. Pemuda itu kemudian duduk di kursi panjang dengan membungkuk, meletakkan satu siku di atas lutut, sedangkan jemari menyangga dan menutup wajah.

Gana yang sudah hendak mengatakan sesuatu, mendadak mengurungkan niat. Dia memang tak bisa melihat bagaimana raut Rama saat ini, tetapi dia tahu bahwa jauh di dalam diri pemuda itu, sisi lain dari Rama yang selalu disembunyikan, sedang memelas meminta seseorang datang untuknya.

Dan itu … jelas-jelas bukanlah seseorang seperti para atma, apalagi Gana yang tak tahu apa-apa tentang Rama.

“Rama, ayo bermain petak umpet!”

Gana terbelalak. Dia sangat keheranan, Siung tiba-tiba berlari menghampiri Rama dengan semangat besar dan wajah super ceria seperti biasa seolah tiada apa pun terjadi, padahal pemuda yang ada di depannya jelas-jelas tidak sedang ingin tertawa terbahak-bahak.

"Halo? Rama!" Siung mengintip wajah Rama dari bawah—bahkan sambil memasang raut konyol. Kemudian bangkit kembali sambil mengoceh santai dan memainkan rambut gondrong pemuda itu.

Kepanikan Gana perlahan surut. Itu mungkin bekerja. Siung sedikit berbeda daripada atma lain dan cenderung tak terlalu kalut akan masalah yang sedang terjadi. Tingkah jahilnya yang tak mengenal waktu dan tempat, mungkin bisa membuat Rama merasa lebih baik.

"Yuhu … Rama?" Siung mulai tampak canggung dan bingung harus melakukan apa lagi—ekspresi yang sangat langka untuk atma tersebut.

Lihat selengkapnya