Singgah Lima Menit

Lisa
Chapter #38

Who Are You

Who Are You?

Dentuman kencang pintu kayu Singgah Lima Menit menggema seisi ruang. Canda tawa dan obrolan menjemukkan para atma seketika berhenti dan tak ada satu pun ingin buka suara kembali. Suhu ruangan di ruangan mendadak menjadi jauh lebih dingin dari angin tengah malam sekali pun.

Para atma berpura-pura sibuk sendiri, padahal mereka diam-diam melirik Rama yang baru saja memasuki toko. Jauh lebih baik malam sebelumnya ketika satu dua atma masih bisa berbicara dengan pemuda itu, kali ini aura Rama benar-benar mengerikan hingga sama sekali tak ada yang berani untuk cukup dekat dengannya.

Ini untuk pertama kalinya, setelah sekian lama, Rama memasuki toko dengan penuh kebencian—yang membuatnya hampir tak lagi terlihat seperti manusia.

Persis seperti tujuh tahun lalu. Dia seakan-akan menyerap kebencian para atma menyebalkan selagi mereka dilanda ketakutan, lantaran Rama sama sekali tak memiliki perasaan dan berambisi menghilangkan para atma menggunakan dwisula portal.

Setidaknya, itulah yang ada di pikiran para atma.

Namun, sesungguhnya itu sama sekali bukan kebencian, melainkan heningnya jeritan kelam.

Rama sekadar larut dalam kekalutannya mengutuk diri sendiri.

Mungkin memang ada sedikit kebencian di sana, tetapi itu sama sekali berbeda dibandingkan emosi serupa yang pernah ditunjukkan dulu. Kali ini, dia bukan membenci orang lain, melainkan diri sendiri … atas apa yang dilakukannya pada Gemintang.

Memang masuk akal lantaran dia bertindak demi kebaikan gadis itu, tetapi dampak yang terlihat secara langsung adalah seolah-olah Rama hanya menyakiti Gemintang, termasuk siang tadi.

“Makappareng ulang,” Rama tahu kata-kata itu sama sekali tak cukup untuk menjawab pertanyaan Gemintang, tetapi dia memilih untuk diam kembali. Tak peduli sesungguhnya masih ada banyak hal yang ingin dikatakan pada Gemintang, dia tak bisa.

Tidak pada kesempatan kali itu.

Tidak ketika topik pembicaraan mereka adalah Makappareng ulang.

Rama memilih langsung pergi, lantaran dia tak ingin melihat Gemintang menangis, untuk sekali kalinya, lagi.

"Rama."

Pemuda itu tersentak bukan main, bergegas menoleh belakang. Suara barusan familiar, tetapi bukan sesuatu yang dia sangka untuk dapat didengar kembali sekarang. “Daluang? Kenapa bisa ada di sini? Lu kan udah menghilang dari dulu!”

Atma lelaki kecil itu tersenyum, lebar. Manis dan menenangkan. Sama sekali tak berubah. “Aku tak pernah benar-benar menghilang …,” katanya, “lantaran masih ada seseorang yang memikirkanku.”

Rama tersentak dan tertegun. “Itu ….”

Lihat selengkapnya