Singgah Lima Menit

Lisa
Chapter #39

Thinking About You


Sebenarnya nggak enak dan agak ragu-ragu, tetapi Adimas mencoba yakin dan menetralkan perasaannya yang bergelora kala sedekat ini dengan Gemintang. Sampai akhirnya ia berhasil menggenggam jemari lentik milik cewek di sampingnya. Dibuat sadar akan aksi Adimas, Gemintang bingung, entah nyengir, diam  atau melepaskan, tidak mungkin. 

“Sory, lu nggak nyaman ya?” ucap Adimas, namun Gemintang menggeleng, pertanda ia tidak keberatan.

“Kayak kakak dan adiknya!” sahut Gemintang tersenyum.

Ha, maybe nggak Bi, gue emang ada rasa sama lu? Adimas membatin.

“Iya, gue udah anggap lu sebagai adik, makanya nurut sama kakak!” pintah Adimas.

“Hahaha, siap!” seru Gemintang.

“Nah, lebih merasa gue dihargai banget gak sih kalo lu manggil kak.”

“Emang udah kewajiban kan, senior,” tutur Gemintang.

Adimas balas tersenyum, kalau tiap hari bisa bareng Gemintang, pasti akan lebih berwarna hidupnya.

“Bakso beranak enak kan?” tanya Adimas.

“Banget.”

“Mau pesan lagi nggak?” tawar Adimas.

“Emang nggak boleh ya?” cetus Gemintang.

“Dih, nanya doang! Gak takut gendut?”

“Nggak lah Kak, syukuri apa yang ada kan.”

“Hem, gue suka itu.”

“Ya udah,  makanan enak apa aja di sini?” kata Gemintang.

“Ada sih, tapi gak tahu apa lu suka atau nggak.”

Gemintang mencoba berpikir, kayaknya kalau soal makanan, dia suka apapun.

“Apapun gue suka kak,” terang Gemintang. Tapi masih aja badannya minimalis. 

“Tahu siram kali ya,” saran Adimas, “Simple gitu dan emang paling terjangkau soal harga.”

“Hem, boleh dicoba.”

“Harus  banget sih.”

“Ayok!” ajak Gemintang gembira. 

“Soal makan mah cepat ya! Habisin dulu baksonya,” tutur Adimas.

“Kak Adimas juga makan pokoknya, entar sakit kebanyakan mikir.”

“Gue aman, noh si Rama yang kekurangan asupan makan.”

“Kenapa bahas kak Rama sih!” gerah Gemintang.

“Kenapa? Hem—“

“Lupain!” potong Gemintang.

“Ha, aneh.”

“Biarin.” Gemintang bangkit dari duduknya, lalu berjalan lebih dulu meninggalkan Adimas sembari tersenyum manis.

Adimas terpesona, senyuman indah Gemintang selalu membuatnya speechless. Udah cantik, baik, perhatian lagi. Mana nggak tertarik, dari awal kenal, Gemintang sudah menarik perhatiannya. 

...

Tiba di kedai Anak Bugis, Gemintang disambut oleh banyaknya mahasiswa yang sedang antri. Pikirnya cuma kedai biasa, tapi luar biasa padatnya. Beruntung masih ada tempat kosong, yang pengunjungnya baru saja selesai makan. 

“Kayak resto ya Kak,” komentar Gemintang.

“Emang iya? Bagi gue udah biasa.”

“Perdana kak,” sahutnya.

“Oh iya lupa.”

“Baru tahu sih tempat ini.”

“Teman lu belum pada kesini dong?” heran Adimas, bukan Mahasiswa kampus kalo belum pernah makan tahu siram.

“Belum sih, kalo udah, pasti mereka ngajak kesini.”

“Kalo Rama nggak pernah ngajak ya?” tanya Adimas.

“Kak ih—“

“Hahahah, santai Bi. Sensi banget perasaan, jangan-jangan!” goda Adimas.

“Kak—“

“Iya-iya, makan yang banyak ya sa—“

“Sajamin enak!” kikuk Adimas. 

Ngakak gue! Sebel banget dah sama ni mulut, hampir aja! Adimas mengaruk kepalanya, kayak lagi ada kutu. Padahal lagi salting.

Seorang cewek seumuran Gemintang membawa dua mangkuk tahu siram, yang dari aromanya saja sudah terasa lezat, belum lagi kuahnya pakai kuah coto. 

Dan kata Adimas ini makanan favoritnya anak kampus dan legend pokoknya, tahu disiram, pakai daun seledri, bawang goreng dan harganya cuma lima ribuan, sebahagia itu Gemintang. Saking sibuknya kuliah dan mengurus UKM, Gemintang sampai mengabaikan Tahu siram.

“Lu mau nambah.”

“Mau dong!” happy Gemintang.

“Wah, nggak nyangka lu banyak makan juga ya!” salut Adimas.

“Emang kenapa, nggak boleh!” protes Gemintang.

“Boleh kok, cuma heran aja.  Sebagian cewek yang gue kenal pada jaga makan loh.”

“Beda orang kan beda prinsip kak,” jawab Gemintang sekenanya.

Adimas makin melebarkan senyumnya, berawal dari Gemintang yang malu-malu dan sekarang udah bawel gini. 

“Permisi kakak-kakak, mohon maaf kalo udah selesai makan bisa bergeser, karena banyak yang nggak kebagian tempat duduk.” Mbak-mbak yang membawa nampan berucap dengan sopan.

Gemintang lanjut makan dengan lahap, sesekali Adimas memerhatikan, jika Gemintang melihat, ia akan dengan cepat mengalihkan.  

Ngeliatin cewek makan ternyata bikin kenyang, hahahah! Adimas merasa nggak bisa kalo nggak tersenyum di dekat Gemintang.

Sekelompok mahasiswi yang beranggotakan lima orang dengan pashionnya yang kekinian. Mereka baru saja datang dan salah satu diantara mereka bangkit lagi untuk memesan menu favorit, tahu siram.

“Lemes banget sih Put!” celetuk temannya Putri, cewek anak Fakultas sebelah.

“Belum disemangatin ayang,” balas Putri bete yang dibuat-buat.

“Hahaha, emang  pernah sebelumnya disapa?” tanya temannya agak meledak nadanya.

“Nggak pernah, tapi dia selalu  kok jadi crush gue.”

“Ngomongin siapa sih?” tanya Nea yang baru saja bergabung dari memesan.

“Kak Rama.”

No! Kak Rama crush gue tahu!” protes teman-temannya kala nama itu disebut.

“Gue yang pertama kali ngenalin ke kalian, ya!” sela Putri.

Kak Rama! Gemintang mengunyah agak pelan, ia perhatikan Adimas yang sedang fokus makan, dan meja yang tepat berada di sampingnya. Mahasiswi cantik yang sedang membicarakan Rama. 

Apaan, gue nggak peduli, ya! Bantah Gemintang melawan rasa itu.

Lihat selengkapnya