Singgah Lima Menit

Lisa
Chapter #44

Definisi Berubah


“Bi!” Saat Daluang meneriakkan nama itu, seseorang yang dimaksud telah melesat meninggalkan Singgah Lima Menit. Seluruh atma menatap gadis tersebut dengan khawatir, tetapi Siung memandangnya dengan perasaan yang lebih campur aduk.

Gemintang terpaksa membuka kembali kontak WhatsApp Rama yang sebelumnya diblokir. Lebih dari satu menit dan pemuda itu masih belum juga membalas pesannya. Gemintang tak memiliki cukup kesabaran untuk menunggu lebih lama. Dia berlari kembali ke kampus.

Ini tidak beres.

Sama sekali tidak beres!

Langkah Gemintang berhenti dengan berat begitu dia memasuki halaman auditorium. Napas tersengal membuat dada sedikit sesak, tetapi dia tak peduli. Matanya mengedar sekeliling.

Sekarang mungkin telah gelap, tetapi Gemintang mengetahui dengan pasti … bahwa dia tak menangkap keberadaan Rama di sini.

"Kak Rama!" teriakan itu keluar dari tenggorokannya begitu saja tanpa ragu. Masa bodoh dengan gengsi. Tak masalah bila Rama menertawai tentang betapa khawatirnya Gemintang padanya, asal dia bisa menemukan pemuda itu.

Namun, tanda-tanda kehadiran Rama belum juga terlihat.

Malam sudah makin larut dan tak ada seorang pun di kampus. Melawan takut, Gemintang menyusuri lorong dan deretan bangunan di sekitar. Tetap tak ada tanda-tanda seseorang.

Meraih ponsel kembali, kini Gemintang menelepon Rama. Sekali, dua kali, tiga kali; tak terhubung. Gemintang menggerutu. Dia lantas mencoba lagi, dan lagi, dan lagi … tetapi sama saja.

Tiba-tiba saja Gemintang berhenti melangkah dan menutup mata menggunakan dua tangan. Habis sudah tekadnya untuk mencari lebih jauh. Dia menyerah, lelah … atau lebih tepatnya, dia termakan oleh khawatir dan gelisah yang tumbuh membesar jauh lebih cepat.

"Sial!" Gemintang berteriak sekencang mungkin, "Kak Rama, lu ke mana sih? Jangan bertingkah sok pahlawan demi gue, dasar bego!"

Gemintang benar-benar berharap Rama mendengar itu lalu langsung menghampirinya dan marah-marah tentang betapa kasar Gemintang kepada kakak tingkat.

Namun, tak ada suara kunjung terdengar, tiada seorang pun terlihat datang.

Gemintang benar-benar nyaris kehilangan akal. Esoknya, di kelas MKU, Rama bahkan juga tak hadir. Gemintang sama sekali tak fokus selama perkuliahan dan dia bergegas pergi setelah kelas berakhir.

Gadis itu tak tahu ke mana harus pergi, tetapi dia tahu pasti siapa yang dicari. Dan kali ini, dia pasti menemukannya. Benar saja, tak lama kemudian, Gemintang berhenti saat matanya menangkap seorang pria menyusuri lorong usai keluar dari salah satu kelas.

"Pak Darman, maaf mengganggu waktunya." Gemintang bergegas menghampiri. "Kalau boleh tahu, Kak Rama kenapa tidak menghamdiri kelas hari ini?"

Pria itu tampak terkejut. "Dia gak bilang ke kamu, Nak?"

Gemintang ganti terkejut.

"Rama sedang izin dari perkuliahan selama beberapa hari karena saya minta dia buat menghadiri workshop kewirausahaan di luar kota. Lagian, kamu tahu sendiri, 'kan … Rama kelak bakal gantiin saya buat jadi pemilik toko."

Gemintang terbelalak.


***


Masih tersisa lima menit sebelum acara di hari pertama workshop dimulai. Rama cukup bosan dan membalas singkat pesan dari teman sekelasnya—perihal tugas—masih tak cukup untuk memberinya kesibukan.

Rama asal menggeser deretan chat dari sekian kontak di WhatsApp-nya. Tanpa tujuan jelas, sekadar mengusir menit-menit membosankan orang kekurangan pekerjaan. Namun, tidak hingga dia mencapai sebuah room chat yang cukup tenggelam.

Gemintang, begitu yang tertera sebagai nama kontak. Aktifitas terakhir, kemarin malam, panggilan telepon tak terangkat. Namun, entah mengapa, Rama merasa telah begitu lama semenjak terakhir kali menerima kabar pesan darinya.

Lihat selengkapnya