Singgah Lima Menit

Lisa
Chapter #45

Payung yang Mengayomi


“Gimana workshop-nya? Seru banget, ya? Semoga nanti kita bisa ketemu lagi, Ram!” Lelaki yang baru dikenalnya itu pergi. Mereka sama-sama pengusaha muda, hanya saja dia merintis bisnis sendiri, sedangkan Rama mewarisi toko dari sang ayah.

Pembawa acara telah menutup rangkaian kegiatan workshop sejak semenit lalu. Kini, lebih dari setengah peserta telah meninggalkan ruangan. Panggung cenderung kosong dan hanya ada band yang menyanyikan lagu penutup atau perpisahan mengiringi hingga ruangan kelak benar-benar kosong.

Rama memaksa senyum dan mengangguk, membalas sapaan singkat sambil mengucap sampai jumpa sesaat sebelum si teman baru sepenuhnya menghilang dari pandangan Rama.

Agenda hari ini cukup panjang. Rama meninggalkan ruangan dan berjalan menuju hotel tempatnya menginap, begitu bulan telah datang dan langit kelam menyelimuti.

Workshop telah berakhir, pikirnya. Besok akan pulang dan kembali ke kehidupan anak kuliah seperti biasanya lagi, pikirnya. Namun, itu tak membuatnya merasa lebih baik sedikit pun.

Tidak saat Rama berhenti di tepi jalan, tepat di sebelah gang sempit antara dua bangunan yang digunakan untuk menumpuk barang-barang terbuang, dan dia mendapati sesuatu.

Mungkin hanya sekilas, tetapi Rama tahu pasti apa itu, dan dia masih mengenalnya dengan jelas. Payung.

Garis robekan di salah satu sisinya masih tergambar jelas, persis seperti yang dikenang dalam ingatan Rama. Corak biru tua menjadi jauh lebih pucat dan kusam daripada terakhir kali dia lihat. Gagang penuh goresan usang, rapuh dimakan usia.

Deru napas Rama tiba-tiba terasa berat. Dia merendahkan tubuh, tanpa sadar. Sebelah lutut menumpu trotoar, tak peduli bagian tanah bumi yang disemuliti tanah itu mengotori celananya.

Dia hanya ingin, menggapai payung itu lagi, dengan jemari yang sekarang gemetaran. Tak percaya. Setelah sekian lama, dia masih bisa menemukannya kembali, meski benda itu kini masih menyedihkan, terkikis kerasnya dunia.

"Maaf."

Berapa lama ….

Berapa lama Rama meninggalkannya sendirian, digerogoti angin dingin dengan hembusan kesepian yang menyelimuti seperti es beku menusuk tiap permukaan?

Rama meraih pegangan payung itu. Kasar, rapuh, beraroma debu. Namun, ada setitik kecil yang entah mengapa masih terasa sama. Sesuatu jauh di dalam, yang hanya bisa dirasakan oleh hati kecil terdalam.

Sayangnya, ini tak berarti apa-apa. Meskipun bisa menemukan barang bekas itu lagi, Rama bukan seperti Gemintang yang sangat baik hati, perhatian, istimewa … dan bisa membawa atma datang kembali.

Lihat selengkapnya