Sepuluh menit sudah Gemintang bolak-balik ke WC, rasanya ingin memuntahkan semua dimakannya tadi pagi. Keringat dingin mulai membasahi seluruh permukaan wajah Gemintang, disampingnya ada Kiya yang panik dan terus menghubungi Rana, tapi tak diangkat.
Gemintang meringis, padahal semalam dan pagi tadi, ia ingat makan. Dan kenapa maag-nya harus kambuh ketika ia berada di toko.
“Bi, Kiya beliin bubur ya,” kata Kiya khawatir.
Lantas Gemintang menggeleng, sebab ia memang tidak lapar. Hanya saja perutnya terasa dililit, punggungnya seakan terbelah. Benar-benar sakit. “Ki....”
Kiya semakin takut dibuatnya ketika Gemintang mulai terisak memegangi perutnya. “Hp Rana nggak aktif.”
Tidak ada pilihan lain, Kiya beranjak mencari bantuan, sembari terus menghubungi Rana dan beberapa teman kontaknya, tetapi tidak ada yang menjawab. Sampai ia membuka pintu tokoh, ada Rama yang lagi telponan di atas motor. Akhirnya Kiya memanggil Rama.
“Kak, maaf, gue butuh bantuan dan cuma Kak Rama yang bisa bantuin.” Kiya menahan Rama yang hendak pergi lagi setelah menerima telepon.
Rama menaikkan alisnya, ia buru-buru setelah mendapat kabar dari anggota organisasi PS, dan sekarang melihat wajah panik Kiya membuatnya ibah dan bertanya-tanya.
“Lu kenapa?”
“Itu Kak, Bintang—“
“Bintang kenapa?”
“Maag-nya kambuh, dan kayaknya parah banget gitu Kak—“
“Oke.” Sejenak Rama terdiam, mendengar kata kambuh, hatinya tiba-tiba bergemuruh, jemarinya bergetar, padahal hanya kata kambuh.
Kiya mengigit bibirnya, entah bicara apa selanjutnya, karena Rama tak merespon. Rama tidak sejahat itu, niatnya untuk menghindar terpaksa berhenti, hatinya benar-benar khawatir, tetapi ia takut, jika kembali dekat, ia hanya akan membuat Gemintang sedih.
Rama kemudian masuk ke dalam, sedangkan Kiya tersenyum. Senior galak berhati hello Kitty.
Rama mendapati Gemintang menringkuk, suara isakan keluar dari bibirnya.
“Kalo sakit jangan nekat!” ucap Rama dingin. Gemintang memejamkan mata menahan sakit perutnya.
Bukannya dikasih kata-kata lembut, malah dikatain!
Rama mendekat, perlahan ia membantu Gemintang bersandar, tanpa penolakan Gemintang mengikut saja.
“Cari penyakit, Kalo lu nggak punya duit, lu bisa bilang, di rumah gue banyak makanan.”
Ha! Perhatian apa ngeledek sih!
“Ada kok, gue malah banyak stok makanan.”
“Diet kalo gitu, cari penyakit intinya!”
“Nggak tuh!” lirih Gemintang.
Rama memilih diam, hawa dingin dalam tokoh semakin terasa di malam hari. Ia ingin bertanya apa masih sakit atau semisal butuh sesuatu atau bahkan mengantarnya pulang, tetapi lidahnya terasa keluh untuk itu.
Rama memang pengecut, lalu tatapan Rama melembut, Gemintang pun dibuat menunduk. Rama kemudian bangkit dan mengambil minyak kayu putih di dalam tasnya, ia kemudian menyerahkanya pada Kiya, untuk membantu Gemintang.
“Lu kalo butuh sesuatu telepon aja, gue ada urusan. soalnya”
Rama bangkit, dan akan keluar, namun tangannya lebih dulu ditahan oleh Gemintang.