Rusli melemparkan pakain sembarangan dari dalam keranjang ke hadapan Susan yang mematung, wanita itu menatap perih semua pakaian yang dirinya cuci, berserakan di atas lantai.
"Ini belum bersih! Belum bersih!" Rusli terus melemparkan pakain-pakaian itu, tidak membiarkan tersisa dalam keranjang. "Kamu ini, gimana sih nyucinya? Pakaian saya itu, harus bersih nyucinya! Saya itu guru, harus berpakaian rapi!"
Setelah puas dengan apa yang dilakukannya, lelaki itu pergi. Susan berjongkok, memunguti satu per satu pakaian yang berserakan di atas lantai. Kedua mata wanita muda itu berlinang.
Dengan langkah lesu, Susan mendekati kamar mandi untuk mencuci kembali pakaian sesuai perintah suami. Dia mengambil ember dan mulai mencuci kembali menggunakan tangannya. Terdengar gelak tawa dari balik tembok. Itu adalah suara Rusli di kamar.
Depan layar gadget, Rusli cekikikan, bosan melihat vidio, lelaki itu membuka akun Facebook, mengecek akun mantan istrinya. Kedua matanya sendu, begitu melihat sang mantan telah menikah lagi.
"Sekarang dia bercadar." Rusli bergumam.
"Siapa yang bercadar, Mas?" tanya Susan entah sejak kapan wanita itu hadir di kamar.
Rusli tidak menjawab pertanyaan yang dirasa tidak penting dari Susan, kembali ia stalking akun mantannya.
Susan melanjutkan melicin pakaian, ia tahu lelaki itu tidak akan menggubris omongannya, hatinya mulai terbiasa dengan sikap acuh sang suami.
Terbiasa memendam rasa sakit.
***
Melihat postingan orang-orang tentang menu berbuka puasa, perut Susan terus berbunyi. Dulu, ketika mendiang sang ibu masih hidup, satu hari sebelum puasa, akan ada banyak masakan di rumah.
Dia melirik sang suami yang seperti biasa anteng sendiri dengan ponselnya. Hatinya ingin meminta sesuatu namun, malu.
Sebuah pesan masuk ke ponsel jadul yang Susan pegang.