Single Mom

Airlangit9
Chapter #4

Wanita dengan seribu luka

"Saya Arsy." Wanita dengan pakaian serba minim itu menjawab pertanyaan Susan.

Susan mematung, berbagai pikiran negatif berputar-putar dalam kepalanya. 

"Ini sudah mau magrib, nyalain lampu teras." Kalimat selanjutnya, yang wanita itu ucapkan menyadarkan Susan.

"Lampu, apa?" Susan mengernyitkan kening.

Wanita itu bertolak pinggang, menatap tajam kembali ke wajahnya. "Lampu teras ini lah, mana lagi, sakralnya ada di ruanganmu!" 

Wajah tegang Susan mengendur, perempuan yang memakai hot pan itu memasuki ruangan samping, itu artinya dia adalah penghuni kontrakan sebelah, bukan mantan Rusli, seperti yang dirinya sempat pikirkan tadi.

Tangannya menggapai sakral, seketika teras depan terang. Tidak terasa, waktu telah memasuki magrib, sayup-sayup adzan mulai terdengar.

Usai melaksanakan salat magrib, setiap terdengar suara motor depan kontrakan, Susan mengintip dari balik tirai, memastikan Rusli yang datang. Namun, rupanya sampai larut malam pun, tidak ada tanda-tanda, lelaki itu akan pulang.

Susan menaiki tempat tidur, dan selalu terbangun sembari memastikan jam dan ketukan orang di pintu. Sampai subuh datang, Rusli tidak kunjung pulang. Hendak mengirimi pesan juga, wanita itu tidak berani. Ia pernah mengirimi pesan sebelumnya, dan tidak pernah dibalas oleh suaminya itu.

Setelah mengerjakan pekerjaan rumah, Susan membaca buku sampai ketiduran di atas karpet, sayup-sayup suara membangunkannya. Segera ia bangkit, mengenal betul suara tersebut.

Ketika menengok dari jendela ruang depan, tampak Rusli sedang berbincang berhadapan dengan perempuan penghuni kontrakan sebelah. Mereka berbincang teramat dekat, perempuan itu hanya memakai celana dan atasan yang memperlihatkan buah dada.

"Iya ... Mas, itu lampu terasnya selalu dinyalakan ya. Saya takut kalau lampu teras gelap, apalagi saya punya motor." Perempuan itu berkata lembut, menatap langsung wajah Rusli.

"Nanti saya ingatkan istri saya, Mbak." Rusli balik menatap lembut perempuan yang berdiri nyaris menempel dengannya.

Ubun-ubun Susan mendidih menyaksikan apa yang dilakukan sang suami dengan Arsy, Rusli tidak pernah selembut itu terhadapnya. Ia langsung membuka pintu, sontak saja dua orang itu saling menjauh.

"Eh ... Mbak, kirain ke mana, ruangannya sepi." Arsy berkata dengan nada lembut, padahal sebelumnya perempuan itu tampak garang.

Susan berdecih dalam hati, ia tidak merespon ucapan perempuan itu, pun dengan tatapan intimidasi Rusli. Diambilnya jemuran yang terasa kering, kemudian membawanya ke dalam. 

Terdengar langkah kaki memasuki kamar, ketika Susan melipat pakaian ke keranjang.

"Jangan hanya dilipat, dilicin juga." Seperti biasa lelaki itu berkomentar.

Susan melirik tajam ke arah suaminya yang datang-datang langsung membuka ponsel dan memainkannya.

"Saya sudah masak, kamu tidak akan makan?" tanya Susan.

Rusli tidak menyahut, tetap fokus kepada gadgetnya.

"Kalau saya belum masak, terus saja kamu mengomel, kalau saya sudah masak kamu tidak menyentuhnya, banyak makanan yang terbuang." 

"Ya terserah saya, mau makan atau tidak, bukan urusanmu. Perut-perut saya!" Rusli menyahut sinis.

"Setidaknya, kamu menghargai masakan saya."

"Masak itu karena Allah, bukan karena manusia! Tidak usah masak aja sekalian, pusing saya mendengar omelanmu itu." Rusli meninggalkan ruangan, terdengar pintu depan dibuka.

Susan terdiam menahan amarah dan sakit hati.

***

Ketika berhasil belanja sayuran di warung tetangga, setelah berdebat dengan Rusli tentunya, Susan melihat ada bayi kembar yang digendong ibunya. Hatinya tersentuh melihat kemungilan bayi tersebut.

Harapan untuk memiliki bayi pun muncul, apalagi pas mengambil sayuran, ibu-ibu menggodanya.

"Kapan, neng, ngisi? Pengantin baruan terus, enak ya punya suami guru."

"Mau profesi apa pun, enak atau tidak enaknya, bagaimana sikap orangnya, Bu ." Susan ingin menyudahi pembicaraan. Mengingat bagaimana hubungannya di kamar dengan Rusli, hatinya sakit.

"Setidaknya punya dasar agama yang baik, betul tidak, Bu?" Tini melirik ibu-ibu yang juga sedang memilih sayuran.

"Jaman sekarang, istri itu harus lebih agresif terhadap suami. Kalau tidak, nanti kecolongan pelakor."

"Bukannya jorok ya, lelaki itu emang suka yang nakal di tempat tidur, pakaian seksi. Meskipun ada suami yang pendiam, lelaki tetap lelaki."

Susan menajamkan telinga mendengar pembicaraan para wanita itu. 

Lihat selengkapnya