Singularity

Rezky Armitasari
Chapter #3

Karena Kita Telah Lama Menghilang

Aku terduduk di bangku taman itu dan aku tidak sendiri, di sampingku juga duduk seseorang yang sudah sangat lama tidak aku temui. Kita dalam keadaan yang sangat canggung, bukan karena aku membencinya, tapi terlalu banyak kesalahpahaman di antara kita berdua yang membuat kita berdua sebenarnya tidak bisa duduk berdua saja dengan nyaman.

“Aku sangat yakin sebenarnya kalau aku bertemu dengan Farrell maka sudah pasti aku akan bertemu denganmu.” Aku hanya tetap diam, aku yakin bukan itu sebenarnya topik yang ingin dia bicarakan saat ini.

“Aku tidak tahu apa sebenarnya tujuanmu menemuiku, tapi aku hanya ingin bilang sama kamu kalau selama kalian pergi dari Indonesia, dia sudah tidak pernah menghubungiku lagi. Jadi kalau kedatanganmu ke sini hanya untuk menanyakan tentang dia rasanya kamu datang ke orang yang salah.” Gadis itu tersenyum licik. Aku tahu kalau aku sangat ketus padanya, lagi pula hubungan kita juga tidak bisa dibilang baik dan sejujurnya aku sudah sangat muak selalu berada di tengah-tengah masalah mereka.

“Aku temuin kamu bukan untuk nanyain tentang dia kok.” Okey cukup, pembicaraan ini sudah membuang-buang waktuku!

“Lalu untuk apa kau menemuiku? Seingatku kita juga bukan teman baik, kan?” Tiba-tiba gadis itu mengarahkan HP-nya ke arahku dan memotretku lewat kamera HP nya.

“Apa-apaan sih kamu, Atalie?” Itu sangat membuatku risih, untuk apa dia mengambil gambarku? Tentu saja gadis ini tidak menggubrisku, dia malah sibuk dengan dunianya sendiri dan itu membuatku tambah kesal!

Tiba-tiba terdengar dering telpon yang berasal dari HP Atalie. “Aku akan menemuimu nanti, aku chat kamu tempat dan jam di mana kita bisa bertemu. Jadi lebih baik kamu sekarang pergi dari tempat itu dan jangan ganggu dia!” Suara itu membuatku seperti disambar petir. Atalie hanya mengatakan iya kepada si penelpon dan langsung memutuskan hubungan telponnya.

Dia kembali menampilkan senyuman liciknya padaku dan membuat kekesalanku tidak kunjung berhenti. “Sangat mudah memancing singa yang tertidur pulas apabila buruannya sedang diusik.” Tanpa berkata apa-apa lagi, dia langsung meninggalkanku sendiri.

Kepalaku sangat pening memikirkan semua kejadian ini, kenapa bisa mereka yang memutuskan pergi kemudian muncul di saat yang bersamaan? Apa sebenarnya mereka sedang berencana untuk membunuhku secara perlahan dengan mengusik hidupku lagi? Tanpa aku sadari tubuhku semakin melemah dan terjatuh ke tanah, tapi sebelum menyentuhnya seseorang datang menahan keseimbangan tubuhku.

“Rahayu, kamu nggak apa-apa?”

“Aku nggak apa-apa kok, Eka …” Dan sebelum aku sempat menyelesaikan kata-kata andalanku, aku malah jatuh tidak sdadarkan diri di pangkuan Eka.

***

Tammy berjalan memasuki ruang kelas, dia ada kelas tambahan hari itu. “Tammy …” bulu kuduk Tammy merinding mengetahui siapa yang memanggilnya pagi itu. Dengan langkah yang malas, Tammy berbalik dan menemukan Elam sudah berada di belakangnya. Jujur saja, Tammy tidak ingin pagi yang tenang itu malah diawali dengan pertengkaran lagi, sudah cukup kejadian kemarin sangat menghancurkan hatinya.

Tammy ingin beranjak pergi. “Tunggu, Tam …” Elam menarik paksa lengan Tammy.

“Apaan sih, Lam?!” Tammy justru melepas paksa tangan Elam dari lengannya.

“Aku cuma mau bicara sebentar sama kamu, Tammy, apa aku salah?” Tammy memandang Elam tidak percaya.

“Setelah semua yang kamu lakuin sama aku kemarin terus kamu masih aja merasa nggak bersalah ngelakuin semua itu? Kamu masih mau ngobrol sama aku seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa?” ucap suara Tammy meninggi.

“Aku kan sudah minta maaf sama kamu semalam, sayang, kamu aja yang nggak balas-balas chat aku.” Tammy malah diam, dia mencoba mengendalikan emosinya. “Lagian kamu malah mutusin pergi sama laki-laki itu kemarin, aku tentu saja emosi sama kamu,” ucap Elam malah membuat emosi Tammy semakin naik.

“Lam, kamu sadar nggak sih kalau kamu dalam posisi yang salah? Kamu udah nyakitin aku dan kamu masih sempat-sempatnya minta aku untuk pulang bareng sama kamu! Biar apa, hah? Biar kia bertengkar sepanjang jalan dan kamu lebih leluasa untuk menyakiti aku lebih lagi?” Elam terdiam, dia sadar dirinya salah dan tidak seharusnya mengatakan apapun. “Udah deh, Lam, kita nggak usah ketemu aja dulu sampai kamu benar-benar menyadari kesalahan kamu dan aku sendiri perasaannya agak tenang untuk maafin kamu.” Tanpa ragu Tammy berjalan pergi.

“Pagi, Tammy!” Suara keras sahabat Tammy itu justru berhasil mengurunkan niat Elam untuk mengejar Tammy.

“Astaga, Narsyitha Naura Karsiva, suara cempreng kamu itu buat telinga aku tuli tau, nggak!”

“Ya ampun, Tammy, aku kangen banget loh sama kamu masa kamu nggak kangen sama aku?”

Tammy menghela napas. “Kamu itu baru absen sakit seminggu, Narsyitha, lagian kamu juga sering chat aku soal kuliah jadi mana mungkin aku kangen sama kamu.” Wajah Narsyitha berubah cemberut dan itu membuat Tammy tertawa puas.

Lihat selengkapnya