Aku berusaha untuk membuka mataku walau pandanganku terasa silau dan sebenarnya hatiku sangat ingin untuk tidak terbangun lagi. Samar-samar aku mendengar suara yang tidak asing. Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan suara seseorang yang berada di dekatku ini, tapi suara yang satunya lagi, kenapa dia masih ada di sini? Bukan karena aku membencinya, tapi aku rasa saling menjauh adalah keputusan yang tepat untuk kita berdua saat ini. Aku kembali menutup mataku, tak ingin ketahuan sama mereka berdua kalau aku sudah sadar.
“Dia lama sekali sadarnya.” Sakya mulai menatapku cemas.
“Tenang aja, Ya, Rahayu memang harus istirahat sesuai anjuran dokter tadi. Setelah kejadian yang dia lalui dari beberapa hari yang lalu, aku rasa istirahat adalah hal yang tepat yang harus dia lakukan sekarang. Aku mau dia bangun dengan keadaan segar dan tidak memikirkan hal aneh lagi.” Hatiku merasa tenang, Farrell memang sahabatku yang sangat mengerti keadaanku.
“Aku hanya ingin menjelaskan kalau aku dan Atalie sudah tidak ada hubungan apapun dan aku jujur tentang hal itu. Pada dasarnya Atalie sudah sangat terobsesi untuk memilikiku makanya dia tidak mau melepaskanku. Aku datang ke sini sebenarnya tidak mengharapkan banyak agar dia menerima perasaanku lagi, tapi aku datang ke sini untuk minta maaf atas kelakuan aku yang membuat dia tersiksa kemarin-kemarin. Aku dan Sava sudah membuat dia sakit seperti ini dan aku mau menebus semua kesalahan aku itu, aku minta maaf, Ra.” Sakya dengan lembut mengusap tanganku dan aku sendiri mencoba menahan air mataku. Aku sebenarnya tahu kalau Sakya adalah orang yang paling tulus di dunia ini yang aku kenal tapi kesalahan dia adalah karena ketulusannya itu telah menghancurkan hatiku.
“Aku sangat kenal dengan Rahayu, sejak kalian meninggalkan dia dan memperlakukannya dengan jahat hingga akhirnya dia depresi dan harus dirawat, dia juga mulai sadar kalau dia tidak bisa begini terus dan mulai menerima keadaan sehingga perawatan yang dia jalani cepat membuat dia pulih. Kalau sekarang dia memutuskan menjauhi kalian karena dia tidak mau terluka lagi dan berakhir dirawat seperti ini lagi.” Bukan Rel … sebenarnya bukan itu tujuan utama aku mau menjauhi mereka.
Sayup-sayup terdengar suara HP memecah percakapan mellow pagi itu. “Iya ma, ada apa?” Samar-samar terdengar suara tante Rani dari telepon, dia adalah mama Sava dan Sakya, tanteku, tapi sejak saat itu aku tidak punya kesempatan untuk memanggilnya tante lagi.
“Apa?! Iya nanti aku ke kamarnya, kebetulan aku juga lagi ada di rumah sakit yang sama. Mama tenang aja, aku bakalan lihat keadaannya gimana terus aku bakalan telepon mama lagi.”
“Ada apa, Ya?” Pertanyaan Farrell juga sama dengan pertanyaanku membuatku penasaran setengah mati.
“Sava pingsan tadi malam di apartemennya, keadaannya sampai sekarang masih belum sadarkan diri. Untungnya Niesha semalam dengan sigap langsung bawa dia ke rumah sakit, aku harus ke sana lihat keadaan dia.” Tanganku mengepal keras dan jantung berdenyut kencang, Sava bukan orang yang gampang sakit dan kalau dia sampai pingsan bahkan harus dibawa ke rumah sakit itu berarti penyakitnya tidak sembarangan.
“Oh iya, kamu ke sana aja, aku juga mau ke kamarnya Tammy mau lihat dia sudah sadar apa belum.”
“Eh Rel, aku minta tolong kamu jangan cerita dulu sama Rahayu kalau Sava masuk rumah sakit, aku takut kalau dia nanti tambah drop dan sampaikan juga salam aku sama Tammy nanti selesai dari jenguk Sava aku bakalan ke kamarnya.”
“Iya tenang aja.” Aku mendengar derap langkah kaki mereka menghilang dari kamarku. Aku bangun dengan cepat untuk melepaskan infusku agar menemui Sava, tapi akhirnya kuurungkan juga. Siapa aku? Aku tidak terlalu penting daripada Niesha yang sangat sigap menemaninya jadi mungkin benar kata Sakya kalau aku lebih baik pura-pura tidak tahu.
***
Farrell duduk melamun di kursi samping ranjang Tammy, ingatannya kembali melayang ke kejadian kemarin, sejak kapan Tammy mendapat perlakuan seperti itu? Apa dari awal dia sudah mendapatkan berbagai kekerasan itu? Apa karena ini juga alasannya sampai akhir-akhir ini Rahayu selalu menyuruhnya untuk menjemput Tammy? Dia memandang perempuan di hadapannya ini dengan segala lebam di wajahnya. Tangan Tammy bergerak, dia sudah siuman dan berusaha ingin bangun dari tidurnya.
“Jangan terlalu banyak gerak, luka kamu banyak banget itu.” Tammy menatap Farrell nanar, dia memegang kepalanya dan itu sangat sakit. “Itu udah dikompres sama suster dan udah dibersihin lukanya.”
“Kamu di sini terus yang jagain Rahayu siapa?”
“Tadi aku sama Sakya dari kamarnya Rahayu, kok, tapi Sakya harus ke kamarnya Sava karena Sava harus dirawat di sini soalnya semalam dia pingsan di apartemennya. Jadi aku titip sama suster kalau misalnya Rahayu sadar supaya dia langsung hubungin aku. Aku juga khawatir sama kamu kalau kamu bangun dan nggak ada siapa-siapa di sini.” Tammy meringis memegangi kepalanya.
“Kenapa? Kepalanya sakit lagi?” Farrell sudah pasti panik melihat gelagat Tammy.
“Nggak, Rell, aku cuma bingung aja bagaimana harus menghadapi keadaan chaos ini. Rahayu yang harus masuk rumah sakit lagi, aku juga yang mendapatkan kejadian tidak mengenakkan dan Sava juga yang tiba-tiba masuk rumah sakit. Aku bingung harus bagaimana dengan keadaan yang chaos begini.”
Farrell mengelus punggung Tammy. “Tenang, Tam, kita harus sabar, semuanya pasti akan segera membaik.” Tammy hanya mengangguk mengiyakan.
Tiba-tiba Tammy dengan sigap berusaha turun dari tempat tidurnya membuat Farrell jadi panik. “Kamu mau ke mana, Tam?”
“Aku harus lihat keadaan Rahayu dan Sava, aku cuma luka lebam nggak sebanding dengan mereka.” Kekerasan hati Tammy hanya dibalas senyum simpul oleh Farrell, dia mengerti kalau Tammy sekarang dalam keadaan kalut karena dua sepupunya berakhir di rumah sakit.