Singularity

Rezky Armitasari
Chapter #9

Tenang

Sudah sejam aku dan Eka terduduk di kursi ini dan sudah sejam juga aku terus berurai air mata. Dalam kediaman itu, aku menatap Eka yang tengah menikmati menyedot es teh kemasannya sambil mendengarkan music memakai headset. Sungguh aku ingin tahu apa yang ada di pikiran laki-laki ini, kenapa dia sangat tahan untuk tidak menanyakan apapun setelah kejadian tadi.

Dia sepertinya merasa kalau aku memperhatikannya sehingga dia berbalik ke arahku. “Loh, udah nggak jelek lagi ternyata mukanya. Ini minum dulu.” Itu, hanya itu yang keluar dari mulutnya, apa dia benar-benar tidak butuh penjelasan apapun?

“Eka, aku minta maaf kalau keadaan aku tadi hancur banget, kamu seharusnya nggak perlu lihat kejadian tadi. Aku tahu, kok, kalau kamu punya banyak pertanyaan, aku siap untuk cerita …”

“Ssssttt … tadi nangis mulu sekarang tiba-tiba jadi bawel, ya.” Eka tersenyum lalu memakaikan salah satu headsetnya ke telingaku, “Dengerin dan coba untuk tenang.” Alunan lagu yang terdengar sangat menenangkan apalagi ditambah dengan Eka yang menggenggam tanganku.

Aku melihat Eka menutup matanya untuk menikmati lagu ini, aku mencobanya, tapi nyatanya aku malah menitikkan air mata lagi.

 “There’s a room in my heart with the memories we made, took them down but they’re still in their frames. There’s no way I could ever forget.” Eka tiba-tiba menyanyikan sedikit lagu itu sambil menatapku dan aku berterima kasih karena hal itu membuatku mengulas senyum.

“Rahayu!” Sakya, suaranya tidak pernah aku lupakan dari kepalaku, tapi entah kenapa setiap mendengar suara itu aku malah gelisah.

Sakya mendekati kami berdua. “Aku, Tammy, dan, Farrell ke sana kemari nyariin kamu dan ternyata kamu ada di sini! Kamu siapa? Kamu tau kan kalau dia lagi sakit lalu kenapa diajak jalan-jalan?” Sakya menatap Eka sinis.

“Udah, Ya, nggak usah besar-besarin masalah. Terima kasih, Eka, karena udah temanin aku jalan-jalan. Ayo, Tammy, temani aku kembali ke kamar.” Aku tidak mau menambah masalah untuk Eka, dan Sakya adalah orang yang akan membuat keonaran untuk sesuatu yang tidak dia suka, aku sangat mengenalnya.

“Jangan sedih lagi, Ra. Aku akan selalu ada kalau kamu butuh sesuatu.” Aku hanya tersenyum, semua yang dilakukan Eka padaku tadi sudah sangat berarti. Sakya mengikuti aku dan Tammy sambil tetap memberikan tatapan membunuh untuk Eka.

“Makasih, Bro, sudah temenin Rahayu.” Farrell memukul pelan punggung Eka bukti kesungguhan terima kasihnya.

***

Niesha membuka pintu kamar itu berpikir bahwa penghuninya masih tidur dan ternyata dia salah, Sava sudah terduduk di ranjangnya sambil melihat keluar lewat jendela kamarnya. “Kamu kenapa sudah bangun dari tempat tidur sih? Kamu kan belum sembuh betul harus banyak istirahat. Aku tadi habis keluar makan sama Sakya dan beli cemilan, maaf, ya, kalau lama.”

“Dia tadi ada di sini, Sha,” bisik Sava pelan.

Niesha menghentikan aktivitasnya dalam membongkar barang belanjaannya, dia tahu siapa yang dimaksud Sava.

“Kamu ngobrol apa aja sama Rahayu? Tahu dia di sini tadi aku suruh saja Sakya dan Tammy ke sini soalnya mereka nyariin Rahayu sampai panik karena Rahayu tiba-tiba menghilang.” Niesha mengambil kue kesukaan Sava dan memberikannya pada Sava.

Sava mengambil kue itu, tapi dia tidak memakannya malah dia tiba-tiba memeluk Niesha yang berdiri di hadapannya. Hal yang lebih mengagetkan Niesha adalah pundaknya yang tiba-tiba basah berasal dari air mata Sava. “Sava …”

“Dia ingin menghapus semua kenangannya tentang aku, Sha. Dia bilang kalau hubungan ini tidak akan pernah berhasil makanya dia minta aku untuk menghilang. Waktu aku tidak akan lama lagi, tapi apa aku tidak bisa barang sehari saja memberikan kenangan indah buat dia? Semua kenangan yang aku berikan ke dia hanya kenangan yang menyakitkan dan aku tidak bisa meninggalkan dia dengan kenangan seperti itu. Aku cuma minta satu itu saja, Sha, apa aku egois?” Air mata Niesha juga mengalir perlahan, dia tidak mampu berkata apa-apa.

Niesha lalu mengusap punggung Sava dengan segala pikiran yang bergejolak dalam otaknya. “Tidak ada cinta diam-diam yang tidak menyiksa, Va. Aku dan kamu sama-sama merasakannya sakitnya saat ini. Kau dengan keegoisanmu untuk bisa terus bersamanya dan membahagiakannya sementara aku dengan segala usahaku untuk membuang jauh perasaanku agar bisa bersamamu dan melihat kamu bahagia. Kita berbagi sakit yang sama, aku jadi penasaran apakah kita berdua akan berakhir benar-benar bahagia?”

Dering telepon melepaskan pelukan mereka berdua dan ternyata itu adalah HP Niesha. “Iya, Ra, iya ini aku sudah ada di kamarnya, kamu langsung aja ke sini aku tunggu.”

“Siapa?” tanya Sava sambil menghapus air matanya.

“Oh, ini Andara, sepupu aku, dia mau bawain makanan yang aku pesan sekalian mau jengukin kamu.”

***

Tammy menatap Rahayu yang dari tadi sudah tertidur, dia kemudian mengalihkan pandangannya ke makan pagi yang kembali disisakan Rahayu. Seperti kejadian setahun lalu waktu Rahayu kembali dirawat karena sakitnya, dia tidak bersemangat untuk makan dan itu membuat Tammy frustasi seperti sekarang.

Sakya memasuki kamar Rahayu dan mendapati Rahayu tertidur pulas. “Biar aku yang jagain Rahayu, kamu mau ke kampus, kan?” Tammy hanya mengangguk.

Lihat selengkapnya