Aku berdiri di depan cermin kamar mandi memandangi kalung yang terpasang di leherku. Apakah memang seharusnya kalung ini kembali terpasang di leherku? Kapan dia memakaikan kalung ini di leherku? Apa yang dia mau dengan mengembalikan kalung ini kepadaku? Aku menunduk memegangi kepalaku yang berdenyut sakit, penyakit sialan ini terbiasa untuk kambuh dan membuatku tidak bisa bergerak bebas.
“Ra, Narsyitha sudah mau pulang nih.” Aku menyudahi kegiatan melamunku di kamar mandi ini, tidak enak membiarkan Farrell dan Narsyitha menunggu.
“Makasih, ya, Tha. Sudah mau repot-repot datang menjenguk.”
“Nggak masalah, Ra, kamu harus cepat sembuh, ya.” Narsyitha menatapku lembut kemudian pamit juga ke Farrell dan pergi.
“Cantik kok, Rell,” ujarku sambil tersenyum penuh arti ke Farrell yang lama memandang Narsyitha pergi.
“Apaan sih, Ra? Semua cewek ya memang cantik lah, mana ada yang jelek.” Farrell jadi ikutan salting karena aku goda seperti itu.
Aku kembali berbaring di ranjangku. “Setahu aku, dia teman sekelasnya Tammy, kan? Kok bisa kenal sama kamu? Lagian baru kali ini, loh, aku lihat kamu bawa cewek selain Tammy.”
“Dia teman satu ekskul aku di musik, udah ah nggak usah dibahas. Kamu mau makan apa biar aku pergi beliin?”
Daripada terus mengungkit hal yang akan membuat Farrell ngambek lebih baik aku memikirkan makanan apa yang lagi aku mau. “Cariin aku rawon dong, lagi pengen makan itu.”
Farrell menatapku sebal. “Nggak ada yang lebih susah?” Wajah kesalnya membuatku tertawa.
“Please, Rell, aku kan lagi sakit jadi apa sih susahnya cari gituan doang.” Aku bergelayut manja di lengannya.
“Iya, iya, aku pergi beliin.”
Farrell bersiap ingin mengambil jaketnya. “Tammy mana, Rell?” tanyaku.
“Tadi keluar diajakin sama Sakya.” Aku menatap kepergian Farrell dengan diam. Ada apa sampai Sakya dan Tammy jalan berdua? Bukannya aku berpikir yang tidak-tidak, tapi lebih ke penasaran tentang apa yang sedang mereka bicarakan.
Aku sadar dari lamunanku, tidak baik untuk menunda kesempatan ini! Aku mengganti bajuku dengan baju biasa lalu mengambil tas juga topiku. Aku keluar dari kamarku dengan sangat berhati-hati, tidak boleh ada yang tahu kalau aku adalah pasien yang berniat kabur! Setelah aku rasa aman, aku berlari keluar rumah sakit dan menghilang dari rumah sakit itu.
***
Tammy terduduk di depan mobil itu sambil memandang hamparan luas ilalang di hadapannya. Satu-satunya tempat yang jauh dari hingar-bingar kota tempat dia dan sepupunya Sakya, Sava dan Rahayu menghabiskan waktu dulu apabila malas pulang ke rumah. Jangan salah, mereka dulu sangat dekat bahkan selalu menghabiskan waktu bersama sebelum akhirnya seperti sekarang sejauh kutub utara dan kutub selatan.
Hanya karena perasaan-perasaan bodoh yang mesti diperhitungkan. “Jangan melamun terus, Tam.” Sakya datang dan langsung menempelkan minuman dingin di pipi Tammy sampai Tammy tersentak kaget. Tammy menatap minuman yang diberikan Sakya, dia masih ingat minuman orange kesukaannya. Dia kemudian menatap Sakya sambil tersenyum sebelum mereka kembali diam menikmati hawa tempat itu.
“Ada apa sampai kamu mau ajak aku keluar sama kamu?” Tammy memecah keheningan itu.
“Dari awal aku sampai di Indonesia, kita nggak pernah bicara dengan baik, selalu terjadi masalah makanya aku mau memakai kesempatan sekarang untuk memperbaikinya.”