Aku terbangun dari tidurku, aku yakin kalau aku pingsan semalam padahal aku sangat berharap kalau aku terbangun di dunia lain. Apabila penyakit ini kambuh lagi, aku memang menjadi sangat lemah, tapi itu juga mungkin efek dari aku mangkir untuk pengobatan. Aku jadi bingung bagaimana Tammy dan Farrell dengan sangat sabar menjagaku waktu pertama kali aku mendapatkan penyakit ini?
Pertanyaan lain yang terlintas di benakku adalah kenapa aku bisa ada di sini? Seingatku, tempat aku melakukan percobaan bunuh diri sangat berada jauh dari tempatku berada saat ini. Pertanyaan paling besar adalah kenapa aku tidak mati, siapa yang ada di sana malam tadi dan menolongku?
“Sudah bangun?” Pintu kamar itu terbuka dan muncullah Sakya yang membawa beberapa plastik makanan. Okey, aku tidak pernah menyangka kalau dia yang berhasil menolongku malam tadi.
Aku menatapnya tajam. “Aku ambil mangkok dulu.”
“Kamu sejak kapan tahu kalau aku ada di rooftop itu dan sejak kapan kamu ada di sana?” Tentu saja aku akan menanyakan pertanyaan-pertanyaan di kepalaku, aku tidak mau gila dengan memendamnya.
Sakya kembali mendekati aku, dia sepertinya butuh penjelasan. “Aku ke sana setelah membaca pesan yang kamu kirimkan ke Tammy.”
“Kamu hanya membaca pesan yang aku kirim ke Tammy dan kamu langsung tau kalau aku ada di rooftop itu?! Penjelasan yang tidak masuk akal,” tawaku sinis.
Sakya menatapku lembut. “Aku tidak tahu kalau kamu akan ada di sana, tapi harapanku sangat besar kalau kamu ada di sana dan aku belum terlambat untuk menyelamatkan kamu.”
“Kamu hanya punya waktu sangat sedikit, tapi kamu habiskan dengan mendatangi tempat yang kamu sendiri tidak yakin aku ada di sana?” Aku terus menanyakan sesuatu yang menunjukkan kalau aku tidak percaya padanya. Entah kenapa aku lebih yakin kalau dia sudah mengikuti sejak awal aku kabur dari rumah sakit dibanding dengan intuisi omong kosongnya.
Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku. “Aku sangat mengenalmu, ke mana lagi kamu akan kabur kalau bukan ke apartemen kami? Aku ingat kalau rooftop apartemen kami bisa diakses oleh orang umum. Kamu sangat suka ketinggian, tapi kenapa kamu menjadikan kesukaanmu itu sebagai alasan untuk kamu bisa terbunuh? Aku lebih heran lagi dengan kamu yang seharian kemarin hanya tidur saja, tapi masih bisa cerewet dan mengeluarkan segala macam pertanyaan, kamu nggak lapar?”
Tentu saja wajahku memerah jika Sakya sedekat itu, tapi aku berusaha untuk terlihat biasa saja. Jadi semua kejadian itu sudah lewat dua hari yang lalu dan aku seharian kemarin hanya tertidur saja? Sakya dengan sabarnya malah menjagaku? Aku benar-benar terlalu menyusahkan banyak orang. “Aku ambilin mangkok lalu kamu makan, ya.”
Sakya ingin beranjak pergi, tapi aku langsung menahan tangannya. “Aku makan di ruang makan saja sama kamu.” Sakya tersenyum lalu membantuku untuk berdiri setelah itu dia menyiapkan semua makanan di ruang makan.
“Aku belum sempat ngabarin semua orang kalau kamu bersamaku. Kemarin kita mencar untuk nyariin kamu, apa aku telepon Tammy saja sekarang?”
“Jangan! Aku nggak mau ngerepotin siapa-siapa lagi, aku mau tenang aja di sini.” Sakya mengurungkan niatnya untuk menghormati keputusanku. Ya, untuk saat ini biar aku jauh dari orang banyak agar tidak merepotkan siapa pun.
***
Eka memandangi kursi di depannya yang selalu ditempati oleh gadis cantik dan ceria yang entah sejak kapan menjadi alasan Eka untuk semangat pergi kampus. Sudah lebih dari seminggu dia tahu kalau Rahayu sakit, tapi anehnya sejak mereka bertemu di rumah sakit waktu itu setelahnya Eka sudah tidak menemukan Rahayu lagi di sana. Ingin bertanya tapi, semua orang yang dekat dengan Rahayu hilang bak ditelan bumi, Tammy sudah jarang masuk kampus karena urusan perkampusannya sudah selesai sementara Farrell menghindari segala pertanyaan mengenai Rahayu.
Sebenarnya di mana Rahayu sekarang dan apa sebenarnya yang terjadi padanya? Dia juga sudah sangat bingung untuk menjawab pertanyaan dosen dan teman-temannya. Harus diakui kalau Rahayu adalah salah satu mahasiswa Psikologi yang popular di kampus karena selain cantik, dia juga cerdas. Jujur lebih dari semuanya itu, Eka rindu dengan tingkah cerewet dan tawa manis Rahayu.