Aku terduduk diam di kursi rumah sakit itu. Aku dan Sakya memutuskan untuk kembali ke rumah sakit itu setelah pembicaraan panjang yang kita lewati. Kami beradu argumen soal kepulangan kami karena aku benar-benar tidak ingin tinggal sendirian di tempat itu, tapi Sakya sendiri benar-benar khawatir dengan kesehatan aku. Akhirnya kita sampai pada keputusan kalau aku akan kembali ke sini dengan syarat Sakya harus memberikan aku waktu seminggu untuk menghirup udara kebebasanku sebelum kembali ke rumah sakit itu dan menjalani pengobatan di sana.
Aku kemudian bangkit berjalan pergi dari rumah sakit kemudian menyetopkan sebuah taksi. Aku memutuskan untuk memberhentikan taksi itu di suatu tempat, yaitu di samping lapangan basket. Aku memperhatikan secara sembunyi-sembunyi seseorang yang tengah bermain sendiri di lapangan basket itu. Tentu saja dia adalah Sava, orang yang menghabiskan waktuku, hati, dan kewarasanku selama satu setengah tahun ini hanya untuk mencintai dia.
Anggaplah aku seorang murahan, tapi tempat aku berlari akan selalu ke dia, seolah berlari dari dia adalah sesuatu yang salah. Entah sejak kapan aku mulai mencintai sepupuku ini, tapi sejak rasa itu hadir, aku bertaruh kalau segala sesuatunya tidak akan berakhir indah. Kalian mungkin tidak percaya, tapi kita berdua tidak pernah mengungkapkan secara lisan bagaimana kita mencintai satu sama lain.
Semuanya berjalan alami dengan awal dia yang selalu berkata-kata manis kepadaku dan selalu menjagaku. Kita adalah rumah bagi masing-masing, tempat istirahat, dan bercerita tentang ada apa hari ini. Terlalu sweet untuk dua orang yang memiliki hubungan darah tapi terlebih aneh untuk dikatakan kalau kami berpacaran. Hanya saja kalau ditanya, Sava akan selalu menjadi orang yang aku favoritkan, selalu menjadi tempat aku berbalik walau banyak laki-laki disampingku.
Dia tampan, sangat tampan, sampai dulu saat valentine, aku dan Tammy sering mendapatkan banyak titipan surat untuk dia. Dia malah dengan sombongnya membuang semua surat itu, alasannya karena semua perempuan itu hanya mencintai fisiknya, tapi tidak mengerti sifat Sava seperti apa. Dia selalu berkata kalau hatinya akan selalu menjadi milikku, dia memang bodoh karena terlalu mencintaiku.
Aku tidak membencinya karena dia mencintaiku dan membuat masalah untukku, tapi aku membencinya karena dia menanggung semuanya sendiri. Aku tahu dia tidak bermaksud untuk meninggalkanku, tapi demi menjagaku dari amarah mamanya, dia meninggalkanku. Dia menanggung semuanya sampai di titik dia mengijinkanku untuk membencinya, menjadikan dia orang paling jahat agar aku tidak menanggung amarah mamanya. Anehnya, aku akan selalu menatap dia dengan tatapan binar karena aku sadar aku juga mencintainya.
***
Sava sangat gelisah dalam tidurnya, semenjak Rahayu pergi kegelisahannya bertambah dengan mimpi buruk tentang Rahayu pergi selamanya yang selalu menghantuinya. Mimpi itu membuat napasnya sesak dan sebelum itu membunuhnya, dia harus segera bangun.
Kesadarannya pulih dan dia tidak menyangka dengan apa yang dia lihat pagi itu. “Kamu sudah bangun? Kamu tidak apa-apa? Tidurmu sangat gelisah dan napasmu sesak, apa kamu mimpi buruk?” Suara itu sangat merdu di telinga Sava, suara yang sangat dirindukannya.
Tidak ada jawaban membuat gadis itu semakin bingung. “Aku dari tadi ingin membangunkanmu, tapi aku lihat tidurmu sangat lelap jadi aku tidak tega membangunkanmu. Aku mau masak sarapan, kamu mau makan ap …” Belum sempat Rahayu menyelesaikan kata-katanya, Sava sudah membawanya masuk ke pelukannya dengan erat.
“Terima kasih, Tuhan, ini benar-benar kamu!” Sava menangis, dia benar-benar rindu dengan gadis ini.
“Sava, aku harus buat sarapan untuk kamu.”
“Please, Ra, biar kita begini dulu, biar aku sadar kalau kamu itu nyata bukan ilusi yang aku buat.” Rahayu akhirnya mengalah, lagipula dia juga menikmati pelukan hangat yang menjadi pelukan favoritnya itu.
Selesai sarapan, Sava terus memandang Rahayu yang tengah cuci piring seolah takut kalau Rahayu tiba-tiba menghilang. Selesai melakukan bersih-bersihnya, Rahayu ingin kembali ke Sava, tapi dia malah menemukan Sava yang memalingkan mukanya karena ketahuan terus melihat Rahayu, hal yang sangat menggemaskan menurut Rahayu.
“Ini, Niesha tadi pesan katanya kamu harus minum setelah makan.” Sava menerima botol obatnya itu dengan perasaan tidak enak. Betul juga, di mana Niesha? Dia pasti pergi setelah bertemu dengan Rahayu dan Rahayu sendiri moodnya pasti tidak bagus setelah pertemuan itu.
“Ra, aku mau jelasin hubungan aku dengan Niesha, dia di sini itu buat …”
“Kita nggak usah bahas itu, ya, Va, aku ke sini bukan untuk membahas itu, kok,” tolak Rahayu membuat penjelasan Sava tertahan di ujung lidahnya.