Aku terbangun di ranjang dengan kamar yang penuh dengan nuansa warna putih, aku berjalan menuju kamar mandi dan memandang wajahku di cermin. Aku terlihat sangat lusuh dengan wajah yang bengkak, mataku tertuju ke kalung yang melingkar di leherku. Air mataku menetes kembali, aku sudah tidak peduli kalau wajahku tambah membengkak, aku juga bersyukur karena mimpiku kemarin sangat indah.
Aku hanya merasa sangat bersalah karena lagi-lagi tidak mengucapkan selamat tinggal padanya. Aku memasangkan selimutnya di saat dia sedang tertidur dengan pulas. Aku tahu dia sangat lelah dan wajah polosnya pada saat tidur membuat aku tidak tega untuk membangunkannya. Aku mencium keningnya, membiarkan semua rasa rindu, cinta, dan sayang yang aku rasakan tersalurkan kepadanya karena takut aku tidak akan bisa melakukannya lagi.
Aku kemudian menatapnya lama sampai terdengar pintu apartemen itu terbuka, “Kamu memang perempuan tidak tahu malu!” Tante Rani menatapku penuh amarah, di belakangnya ada Atalie yang tersenyum puas dan Niesha yang tertunduk tidak mampu menatapku.
Aku menatap tante Rani dengan berani, aku tidak mau gugup lagi, dia harus tahu apa yang aku rasakan. “Apa kamu tidak punya telinga atau kamu tidak punya perasaan? Saya sudah bilang kan untuk tidak mendekati anak saya, tapi sekarang kamu malah tidur bersama anak saya bahkan mengusir tunangannya keluar dari apartemen mereka? Dasar perempuan tidak tahu malu!” amarah tante Rani sudah sampai ke ubun-ubun.
“Saya ke sini untuk menghabiskan waktu bersamanya dan untuk memberitahu dia kalau saya mencintai dia. Saya ingin dia tahu kalau saya akan selalu ada di hatinya dan tidak akan pergi walau raga saya memutuskan untuk ingin pergi. Malam ini saya putuskan untuk pergi darinya dan tidak akan menemuinya lagi.” Aku melihat Niesha yang melotot memandangku tidak percaya.
“Kamu mencintai orang yang salah, Rahayu! Kenapa kamu tidak pernah sadar kalau hubungan kalian tidak akan pernah berhasil. Saya tidak akan pernah merestui hubungan kalian karena kalian itu sepupu, bersaudara!” Kalimat ini keluar bukan lagi karena tante Rani marah, tapi karena dia sudah frustasi.
“Tenang, Tante, saya tidak mau nanti Sava terbangun dan menghalangi saya untuk pergi. Tante, apa pun yang terjadi di antara kita, selamanya Tante akan tetap jadi Tante kesayangannya Rahayu, terima kasih, Tante.” Aku mulai berjalan pergi.
Aku berhenti sebentar untuk memegang pundah Niesha. “Aku tahu kalau kamu adalah orang yang baik, tolong jaga dia untukku. Dia akan terluka ketika tahu aku tidak akan bersama dia, tapi bersamamu aku yakin kamu akan menyembuhkan luka itu.” Niesha meneteskan air mata mengiringi kepergianku.
Aku membuka mataku dan mengakhiri flashback itu, hal terakhir yang aku lihat adalah senyum indah yang terpancar di bibir Sava ketika dia tertidur. Aku kemudian tersenyum, aku selalu berdoa agar dia sering mendapatkan mimpi indah di tidurnya seperti hari kemarin.
“Kamu kenapa duduk di sini, Ra?” Ternyata sudah ada Sakya yang duduk di sampingku.
Aku hanya tersenyum padanya. “Kamu sudah kembali? Apa pesananku sudah ada?”
“Sudah lengkap, ayo kita makan? Tammy bakalan nyusul sebentar lagi.” Aku mengikuti Sakya dari belakang. Aku sudah memutuskan untuk bersembunyi dari Sava dan mungkin sebentar lagi dari lelaki di hadapanku ini.
***
Tammy memasuki kelasnya dan anehnya seluruh penghuni kelas itu memandangnya dengan pandangan sinis. Tammy mencoba untuk tidak mempedulikannya, tapi itu benar-benar sangat mengganggu. “Dia pikir dia secantik apa sampai membuat cowok terkenal di akuntansi dan cowok terkenal di teknik jadi berkelahi.” Terdengar suara bisik-bisik dari kerumunan gadis-gadis itu.
“Dia justru tidak terlihat cantik, tapi terlihat sangat murahan,” ucap seseorang yang menusuk relung hati Tammy.
“Aku pikir mereka couple goals, tak kusangka ceweknya sangat murahan dan tidak pantas bersanding dengan Elam!”
“Elam padahal sudah sangat baik padanya, tapi memang pada dasarnya cewek murahan tidak akan puas hanya dengan satu laki-laki. Kalau aku jadi dia, aku akan menutup mukaku dengan topeng saking malunya.” Suara-suara yang lain tambah terdengar membuat hati Tammy jadi makin sakit.
Tiba-tiba Farrell masuk ke kelas Tammy dengan tampang menakutkan, dia mengedarkan pandangannya sementara Tammy sendiri berdoa dalam hati agar Farrell tidak membuat masalah. Farrell berjalan ke tempat duduk Narsyitha dan menariknya kasar membuat semua orang tentu saja kaget termasuk Tammy.
“Farrell, sakit!” rintih Narsyitha ketika Farrell akhirnya berhenti menyeretnya.