Aku berlari menyusuri koridor rumah sakit itu, aku tidak mengerti kenapa aku mau kembali lagi menginjakkan kaki di sini. Nyatanya satu nama itu membuat diriku tergerak kembali untuk datang ke sini. Sava, terakhir kali aku meninggalkanmu dalam keadaan tertidur dan saat itu aku berharap ketika aku bisa kembali padamu, kau akan menyambutnya dengan keadaan tersenyum kepadaku. Aku tidak ingin melihat wajah kakumu yang sekarang dan matamu yang terpejam.
Terakhir kali aku menggenggam tanganmu dan itu sangat dingin, aku berharap ketika aku kembali aku juga bisa mendapatkan genggaman hangatmu. Kita sama-sama terluka, tapi aku mau bangkit dari luka itu lalu kenapa kamu tidak bisa bangkit dari itu semua? Dua tahun adalah waktu yang cukup untuk kita saling tersiksa seperti ini. Aku berdoa pada Tuhan kalau waktu itu sudah cukup, aku ingin hidup bahagia bersamamu Sava.
Sava tolong, kembalilah padaku, semesta adalah tempat yang jahat dan semakin kita menentang maka semesta akan semakin jahat pada kita. Jadi tolong terimalah semuanya, biar kita seperti ini karena aku yakin di dunia yang lain kita pasti bisa bahagia Sava, aku yakin itu.
Air mataku terjatuh lagi walau sebenarnya aku sudah lelah terus menangis seperti ini. Hanya saja apakah kalian pernah merasa ketika menangisi seseorang yang kalian cintai itu sudah tidak menjemukan lagi bagi kalian karena sudah terbiasa? Bagiku, tangisan buat seorang Sava berarti sangat banyak, bisa karena sedih, karena marah, karena benci, bahagia dan kelegaan.
Aku menatap wajah Sava yang tengah terlelap, kenapa aku bisa mencintai laki-laki ini? Kenapa aku tetap menyimpannya di sudut hatiku yang paling dalam walau aku sudah tahu kalau mencintai dia akan menyiksa diriku sendiri? Ternyata jawabannya sangat simpel di benakku, dia tidak banyak menuntutku untuk menjadi orang lain saat bersamanya. Dia punya perilaku yang terlihat sederhana, tapi untukku sangat berarti banyak.
Hal sederhana itu mengalahkan semua pemikiranku untuk berhenti mencintainya karena kesusahan yang aku rasakan ketika mencintainya. Maka dari itu tentang penyakitnya yang susah untuk disembuhkan, aku akan memikirkannya secara sederhana sama seperti yang selama ini selalu dia lakukan. Aku tahu dia kuat dan aku tahu apa ke depannya yang akan terjadi, dia pasti akan selalu kembali padaku.
***
Tammy menginjakkan kakinya di kampus itu, kampus itu menjadi jarang dia kunjungi mengingat dia memutuskan untuk mengambil cuti selama setahun. Terima kasih buat Elam yang sudah membuang impian Tammy untuk bisa wisuda tahun ini. Pesan masuk dari Farrell yang berkata kalau dia akan menjemput Tammy sebentar lagi. Tammy menatap layar hp itu, dia benar-benar tidak mengerti hubungannya dengan Farrell saat ini. Tammy hanya mengerti satu hal kalau Farrell adalah cinta yang akan selalu hidup dalam hatinya.
“Lama tidak melihatmu di sini.” Lagi-lagi suara yang sangat mengagetkan Tammy, tapi tenang saja, kali ini dia tidak akan ketakutan.
Tammy sudah lelah dihantui rasa takut hanya karena manusia seperti Elam. “Aku ke sini sebenarnya belum siap untuk bertemu dengan kamu, tapi memang kamu adalah salah satu alasan aku datang ke sini.” Tammy menatap Elam sangat berani seolah-olah Elam tidak pernah menggunakan senjata apa pun untuk melumpuhkan lawannya.
“Aku ingin bicara denganmu, Tammy, tapi tidak di sini,” minta Elam.
“Aku ikut ke mana tempat yang bikin kamu nyaman.” Sudah kepalang basah, Tammy mau menyelesaikan semua ini dan kalau ini adalah salah satu cara untuk melepaskan diri dari Elam maka akan dia coba.
Tammy dan Elam menaiki mobil Elam kemudian mulai berjalan ke suatu tempat yang diinginkan Elam. Ternyata itu adalah sebuah gudang kosong yang berada tidak terlalu jauh dari kampus mereka. Tammy berjalan di belakang Elam, tiba-tiba Elam berhenti begitu juga dengan Tammy.
Elam berbalik dan menatap Tammy, sorotan matanya tidak menunjukkan ekspresi apa pun dan itu membuat Tammy gelisah. “Sejak kejadian itu aku mulai jadi buronan polisi, aku yakin kamu pasti tahu itu.”
Tammy terus menatap Elam, matanya tidak menunjukkan sorotan menakutkan seperti dulu. “Apa yang terjadi sekarang adalah buah dari kesalahan kamu sendiri, Lam! Farrell tidak berbuat salah justru kamu yang kenapa berubah menjadi orang yang menakutkan seperti itu.” Tammy sepertinya tidak ingin mundur lagi.
“Selama sebulan kamu pergi, aku mengunjungi psikiater untuk memeriksa ada apa sebenarnya denganku. Hampir semua mengatakan kalau aku terlalu egois dan posesif sehingga hal itu malah menganggu akal sehatku sendiri. Aku selalu menganggap kalau apa yang aku lakukan padamu itu adalah bentuk sayang. Nyatanya itu aku lakukan karena alam bawah sadarku yang sedari kecil sudah sering melihat mamaku selingkuh dan papaku yang tidak punya upaya untuk menjaga orang yang aku sayang. Jangan merasa trauma untuk menaruh kepercayaamu pada orang lain karena aku, Tam, ini adalah salahku bukan salahmu.”
Ada apa ini? Kenapa Elam bersikap lembut ke Tammy setelah dia tahu kalau Tammy yang melaporkannya ke kantor polisi? Elam juga pasti tahu kalau dia menghilang bersama Farrell. Elam merogoh sesuatu dari kantongnya dan itu membuat Tammy bersiaga penuh apalagi saat Elam ingin mendekatinya, ingin rasanya kakinya berlari meminta bantuan.