Sinkronisasi Jiwa

Adinda Amalia
Chapter #17

12 || Sian


Portal Titian sangat istimewa daripada lainnya. Tak hanya menembus ruang, melainkan juga waktu. Kami, keturunan keluarga Kerajaan Buana Rubanah, mempelajarinya sejak dini.

Dulu aku tak paham mengapa dipaksa belajar bahasa dan huruf-huruf—yang tertera di luar garis lingkaran di lantai gudang. Tak kusangka, kemampuan membuka Portal Titian sangat bermanfaat saat ini.

Keberadaan Flin juga sangat membantu. Dia tegas dan berani. Flin melakukan banyak hal untukku, terlebih setelah meninggalnya Ayahanda dan kakakku, Putra Mahkota Sirulean.

Aku benar-benar tak ingin menggantikan posisi Ayahanda. Aku tak sepertinya. Aku tak mau mengurus beragam hal merepotkan, memikirkan strategi, memimpin rakyat. Aku hampir tak pernah dilatih untuk itu, melainkan sang putra mahkota lah.

Kakak terus belajar saat aku dibiarkan bermain-main di taman Istana Buana Rubanah. Flin selalu berdiri di gerbang, mengawasi. Terkadang dia kuminta berjaga, sedangkan aku bersembunyi.

Aku pernah mengambil pedang milik Flin—ketika dia sedang istirahat—untuk bermain perang-perangan bersama para saudara bangsawanku. Aku sangat bangga karena membawa senjata sungguhan. Sementara lainnya hanya mainan.

Namun, permainan usai sebelum waktunya karena Flin merebut balik pedangnya dan memaksaku kembali ke istana. Flin mengacaukan semua—bagiku, dia marah besar. Bilang akan mengadu pada Ayahanda bila aku berani melakukannya lagi.

Flin memang menyebalkan, terkadang dia kasar. Namun, seperti yang kukatakan sebelumnya, Flin melakukan banyak hal untukku. Bahkan untuk kami, seluruh Buana Rubanah.

Aku ingin Flin tersenyum dan merasakan kegembiraan yang sama—seperti aku bermain-main di taman Istana Buana Rubahan—entah bagaimana caranya.

Aku mendengar sendiri ketika Flin bilang tak sudi membiarkanku memimpin Kerajaan Buana Rubanah. Dia berambisi dipimpin Ayahanda, Raja Biiru, atau setidaknya kakakku, Putra Mahkota Sirulean.

Aku tak pernah ada dalam daftar orang-orang yang Flin inginkan untuk menjadi pemimpin.

Tak masalah dengan hal itu, lagi pula jabatan raja menurutku merepotkan. Aku memang tak mengidamkannya sama sekali. Namun, kata-kata Flin selalu saja membuat senyumku surut. Entahlah mengapa.

Dengan banyak pertimbangan, kami berakhir di sini. Gudang milik gadis baik hati dan adiknya yang ceria.

Ini ketiga kalinya aku membantu Flin dan Sangria menjelajah masa lalu. Sesungguhnya aku juga ingin melihat seperti apa Kerajaan Hirap, tetapi tak yakin apakah benar-benar bisa. Maksudnya, jika aku bukan reinkarnasi siapa-siapa di masa itu, maka Portal Titian tak akan sanggup mengirimku ke sana.

Aku berjaga tepat di belakang Jangka Tumpu. Usai membuka Portal Titian, memastikan Flin dan Sangria sampai di masa lalu dengan baik, aku melepas Jangka Tumpu—menutup portal.

Aku tak ingin meninggalkan gudang, agar bisa cepat membuka Portal Titian kembali ketika Flin dan Sangria hendak pulang ke masa sekarang. Namun, kali ini goyah. Pasalnya, terdengar suara bara api.

Sangat lirih, kobaran api kemungkinan kecil. Orang biasa tak akan mendengarnya, tetapi telinga para keturunan Kerajaaan Buana Rubanah berbeda.

Lihat selengkapnya