Sinkronisasi Jiwa

Adinda Amalia
Chapter #58

Epilog 03 || Flin

“Lama!” Aku agak memekik sesaat setelah seorang gadis keluar dari gerbang perumahan. Semilir membuat surainya berayun pelan, sejuknya terasa olehku pula. Kian nyaman terasa ketika senja memantul dari permukaan air sungai yang tenang.

Terlebih, aku baru selesai latihan. Tentu saja mudah mandi, mencuci rambut, dan berganti pakaian bersih. Tak lupa mengenakan parfum. Di saat seperti ini, tak ada alasan untuk minder ketika gadis semacam Ria menghampiri.

Dia berdiri tak jauh dari pinggiran jembatan. Hanya melirikku sebentar, lantas berfokus ke rerumputan di bantaran sungai. “Kenapa kamu tiba-tiba memintaku kemari?”

Aku berdehem. Membuang muka dari gadis itu. “Emangnya kenapa? Ini akhir pekan, seharusnya aku gak ganggu.”

Ria terdiam sesaat. Mengerutkan alis. “Apa?”

Otaknya pasti terganggu akibat agnosia visual sehingga kesulitan memahami kalimat dan terheran-heran seperti itu. Sebentar, atau mungkin aku barusan mengatakan sesuatu yang terlalu aneh? Sudahlah, lupakan!

“Pokoknya ada yang perlu dibicarakan!” Aku menyambar cepat, sedikit menaikkan nada bicara.

“Penting?” Ria menyipit penuh selidik.

Gadis itu membuatku terpojok seketika. Entah mengapa, aku menjadi berpikir dua kali. Bagaimana bila apa yang hendak dibahas ini memang sangat-sangat tidak penting? Lalu Ria pergi begitu saja karena kesal.

Aku harus apa? Pulang?

Tawa kecil gadis itu mencari tempat di telinga. Membuyarkan lamunan. Curi-curi pandang, Ria tak lagi tampak serius. Dia meletakkan dua tangan terlipat di atas besi pegangan jembatan. Tampak santai ketika terpaan angin lagi-lagi membuat surainya berayun.

Dia cantik.

Sebentar, apa lagi ini yang kupikirkan? Dasar!

“Apa pun itu, aku bakal dengerin.” Ria tak mengalihkan pandangan dari ujung sungai yang tak terlihat, tertutup oleh pepohonan, langit, dan batas pandang manusia. Dia melirihkan suara, “Flin bukan tipe orang yang ngoceh omong kosong.”

Aku hampir berpikir dia menggunakan mantra seperti Raja Sian mengaktifkan Portal Titian atau melindungi gudang rumah lama gadis itu. Pasalnya, Ria membuat jantungku berdetak lebih kencang dari biasa—tanpa alasan jelas.

Menutupi semua itu, aku meliriknya seraya tersenyum miring. “Yakin banget?”

Lihat selengkapnya