SINTAS 2.0: ENDURE

Keita Puspa
Chapter #1

Season 1: SATU

“Woy!!! Kenapa lu bengong aja, Core?” seru Joel yang membuat Corey hampir loncat ke kolam belakang sekolah. 

Namun, ekspresi muka Corey datar aja meski mau nyemplung. Seolah Joel ga pernah mengagetkannya. Corey fokus melihat daun teratai yang mengambang di kolam. 

“Lu… ditolak Helen?” tanya Joel. 

Corey langsung mengalihkan tatapannya pada Joel. “Jangan sok tahu!”

“Abisnya gue nanya dikacangin. Gue nebak malah nyolot, lu… kenapa sih?” kata Joel. Dia mengambil sebuah kerikil dan melemparnya ke tengah kolam seluas 50 m² itu. 

Corey mendesah. Kemudian ikut melempar kerikil sehingga air di kolam beriak, menggoyangkan daun teratai. 

“Lu… beneran ga ditolak Helen?” tanya Joel ragu. Yang bisa membuat Corey galau memang cuma Helena. 

“Dia ga akan nolak gue, Joel!” ujar Corey tegas. 

Joel tertawa lepas. “Pede banget, lu!” katanya sambil memukul bahu Corey. 

“Emang gitu,” ucap Corey. Dia tahu dari kata-kata bang Hel kalau Helen sebenarnya punya rasa padanya. Tapi ada sesuatu yang menahan Helen untuk menunjukkan perasaannya. 

“Terus lu kenapa? Cerita aja sama gue. Siapa tahu gue bisa bantu,” tawar Joel dengan wajah sok ramah. 

Corey—lagi-lagi mendesah—melihat sekeliling kemudian kembali melihat Joel. “Cara biar cepet kaya dalam tiga atau empat tahun gimana, ya, Joel?” tanya Corey pelan tapi serius. 

“Sekaya apa?” Joel melirik Corey heran. 

“Cuma sebatas bisa keliling dunia,” jawab Corey. 

Joel hampir tersedak ludahnya sendiri. “Cuma?” ucap Joel hampir berbisik. “Mungkin… bisa sukses di MLM? Atau….” Joel mengerutkan dahi dan berujar, ”Lu bisa jadi influencer, selebgram atau youtuber.”

Corey mencabut bunga rumput teki dan memilinnya pelan. “Tingkat keberhasilannya berapa persen, Joel?” tanya Corey serius. 

“Ya… fifty:fifty. Tergantung algoritma ngebaca lu atau enggak.” Joel menggedikkan bahu. “Kenapa harus 3 tahun, sih? Kita masih muda kali, Core. Target lu ketinggian.”

Corey terdiam. Memang harus secepat itu untuk mencapai target yang sudah disusunnya dengan rapi. Membawa Helen keliling dunia dan membuat beberapa usaha yang bisa meningkatkan ketahanan pangan masyarakat. Corey tahu benar kalau semua itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. 

“Santai aja, bro. Jalan kita masih panjang,” kata Joel menepuk bahu Corey kemudian ia meninggalkan temannya itu sendiri lagi di tepi kolam. 

Air kolam sudah kembali tenang tapi Corey masih menyimpan resah itu di hatinya. Awalnya Corey memang hanya akan menggunakan warisan Mama dan Papa untuk membeli tanah dan membuat hutan. Kemudian Corey akan melanjutkan studi perhutanan atau pengetahuan tentang gizi. Tapi Helen bilang ingin backpacker-an ke luar negeri. Semua rencana yang sudah rapi itu Corey susun ulang. 

Bukan cuma gara-gara Helen. Corey merombak total rencana masa depannya setelah ujian akhir Sintas. Mengetahui kalau megathrust pulau Jawa akan segera terjadi dan menyebabkan bencana yang sangat besar, Corey tidak bisa hanya diam dan menunggu. Jiwa survivor-nya terpanggil. 

Tante Molly bilang kalau itu adalah tujuannya—juga Mama dan Papa—memaksa Corey masuk SMA Sintas. Agar Corey bisa menghadapi masa depan dan menjalaninya dengan versi terbaik.

Namun tujuan besar sebanding dengan modal yang harus dimiliki di awal. Corey sadar mungkin rencananya terlalu tinggi. Tapi bukan tidak mungkin. 

Langit udah gelap ketika Corey akhirnya beranjak dari kolam menuju asrama cowok. Meski pikirannya bercabang-cabang, Corey tahu kalo dia butuh istirahat. Jadi malam itu Corey cuma tiduran sampai smartphone-nya berdering. 

Corey melirik nama si penelpon. Naser. Kemudian menekan tombol telepon hijau. 

“Hm… kapan? Oke. Nanti gue ke sana.”

***

Udara dingin bercampur bau kopling terbakar tercium di udara yang dingin. Kerumunan anak balap mengelilingi dua mobil yang baru finish.

Honda Jazz silver butut berhenti pertama. Bodinya penyok sedikit, headlamp kanan redup, velg ga matching. Meski begitu… barusan mobil itu ngalahin Civic turbo yang jauh lebih mahal.

Corey keluar dari mobilnya.Pake sweater merah gelap, rambut agak berantakan, tatapan masih tajem gara-gara adrenalin.

Dari jauh, seseorang dengan gaya bukan anak balap liar turun dari mobil hitam rapi. Usianya sudah matang, jelas bukan ABG labil yang lagi nonton hiburan gratisan di sana. 

Lihat selengkapnya