Samar-samar kucium bau rempah yang tidak asing lagi. Bukan kayu manis atau vanili. Bau ini jelas berasal dari makanan asin. Ini adalah bau kencur. Kakiku yang lemas tiba-tiba bisa berjalan cepat lagi. Tidak mungkin hewan bisa memasak kencur. Bau ini bukan bau kencur mentah. Ini jelas wangi kencur yang telah berbaur dengan minyak. Entah minyak kelapa atau minyak kacang.
Kakiku terus bersemangat melangkah. Seseorang tengah memasak. Entah manusia modern atau manusia purba. Atau mungkin mereka teman-teman yang sudah lebih dulu memasuki gerbang waktu kemari.
Bau kencur semakin menusuk, bercampur dengan aroma pedas yang menusuk hidung tapi juga menggoda lambung untuk bernyanyi riang. Tidak salah lagi. Aku mulai bersin-bersin dan ketika itulah seseorang berteriak.
“Helena!!!” seru seorang gadis berambut pirang hasil bleaching empat kali itu seraya menghampiriku.
“Sharon!” kataku tidak percaya jika memang itu adalah dirinya yang terlihat bersama beberapa orang lain. Di sana ada Chester yang tengah menjaga kestabilan api tungku. Joel yang sedang mencicipi masakan dari kuali batu yang besar sekali, dan Corey yang cuma duduk-duduk aja di sebuah batu.
“Tau aja kalau ada makanan,” cibir Corey.
Aku langsung duduk di samping Corey. “Lagian di tengah hutan purba kalian bikin seblak. Ya kecium lah baunya sampe bermil-mil,” ucapku.
“Baju lu kenapa itu?” Chester menunjuk bagian bahu kemejaku yang terkoyak.
“Kalian punya minum?” tanyaku sebelum menjawab pertanyaan Chester. Joel menyerahkan sebuah plastik bening berisi air. Kuteguk dengan rakus tapi keburu direbut Chester.
“Lu belum jawab pertanyaan gue!” Chester melotot. Cowok dengan tindik di bibir itu menatapku tajam.
Aku mengembuskan napas panjang sebelum berkata, “Ketemu sama velociraptor tadi.”
“Anjir! Hebat lu bisa kabur!” seru Joel. Cowok bermata abu itu menghampiriku. “Gue untung ketemu sama triceratops aja.”
“Hampir mati gue... untungnya itu raptor sendirian. Kalau berkelompok udah tinggal nama kali gue.” Kuambil lagi air dari Chester dan langsung meneguknya hingga habis. Dikejar raptor sendirian membuat tenggorokanku kering. Untung aja raptor ternyata masih jauh lebih bodoh dariku. Ukuran otak memang menentukan.
“Ya, ampun…. Kasihan banget sih Helena sama Corey. Untung aku langsung ketemu Chester tadi. Ga ketemu warlok,” ucap Sharon yang sedang mengangkat masakan dari tungku bersama Corey.
“Lu ketemu apa emang, Ree?” tanyaku memandang Corey dan baru sadar kalau seragam sekolahnya kotor banget, penuh noda darah kering. Mukanya lecek dan rambutnya berantakan.
“Ketemu T-rex,” jawab Corey seolah itu bukan hal yang besar. Cowok berambut wolf cut itu mengambil kuali dari tangan Sharon dan meletakkannya di tanah yang datar.
Kulirik Sharon dan cewek itu hanya mengangguk mengiyakan. “Untung kalian berdua selamat.”