SINTAS

Keita Puspa
Chapter #11

10. ASISTEN PRIBADI

Hari ini jadwal praktik survival. Harusnya soal kesehatan, seperti bagaimana melakukan CPR dengan benar atau mengenali beberapa jenis herbal dan gunanya. Namun, karena dr. Jhon sedang cuti jadi hari ini kami akan belajar tali temali lagi.

Waktu di lapangan latihan, Sharon sama Alisya langsung menghampiriku.

“Hel, lu duduk sini aja. Biar cowok-cowok yang bawa perlengkapan,” kata Alisya. Cewek bermata kecil itu mengamit lenganku.

Aku mengangguk, tapi tiba-tiba Corey nyeletuk keras-keras, “Nggak bisa, Helen harus duduk deket gue. Kan dia asisten pribadi gue sekarang.”

Sharon dan Alisya kompak teriak sambil pandang-pandangan, “Asisten pribadi???”

Aku jelas panik, “Eh… bukan gitu maksudnya—”

Corey dengan santai melanjutkan, “Iya, kemarin dia nyuapin gue makan di kantin. Romantis banget, ya?”

Sharon langsung terbelalak. “ROMANTIS??”

Alisya ngakak sambil nunduk, “Hel, lu nyuapin dia di depan orang?”

Wajahku langsung memanas. Rasanya mau loncat ke jurang aja karena malu, tapi Corey belum selesai ngomong.

“Oh iya, Hel, nanti kalau istirahat lu beliin gue es teh, ya. Jangan lupa dikasih sedotan warna biru. Yang kemarin enak.”

Sharon dan Alisya makin ribut godain, sementara Chester yang lagi bawa peralatan cuma geleng-geleng, “Gila, lu nyuapiin dia, Hel?"

Aku tersenyum kaku sambil nyentil lengan Corey pelan. “Lu cari mati, ya?”

Corey senyum miring, berbisik, “Gue kan cuma bales dendam, Hel. Dua bulan di ICU tuh bosen banget, tau.”

Aku mau marah, tapi melihat beberapa bekas suntikan dan juga perban di lengan Corey, amarahku reda dengan sendirinya.

 Kemudian aku melangkah ke gudang mencari tali panjat yang sudah di-list sama Chester. Corey duduk di bangku sambil memegang buku catatan kelompok. “Hel, itu tali nomor dua sama tiga taro sini,” katanya santai.

Aku menurut, sambil dalam hati menyusun rencana balas dendam. Nanti sengaja bikin dia ngelakuin hal memalukan di depan semua orang. Tapi sebelum aku sempat mengeluarkan kata-kata, Chester masuk sambil nyodorin botol minum. “Hel, lu haus nggak? Nih, gue bawain.”

Aku menerimanya. “Eh, makasih, Ches.”

Corey langsung nyeletuk, “Dia nggak bakal haus, soalnya tiap istirahat gue udah siapin minumannya.”

Chester melirik dingin. “Ya, kan, gue cuma mau bantu, nggak ada salahnya. Lagian, Helenanya mau, kok.”

Corey santai nyender di bangku, tapi tatapannya tajam. “Bantu? Gue pikir lu bagian bawa peralatan, bukan pembantu Helen.”

Aku hanya bisa melihat dua cowok ini kayak duel mata. Ya ampun, ribut lagi.

Suasana makin tegang pas Chester berdiri di sampingku, mengambil tali yang harusnya Corey bawa. “Udah, biar gue aja yang bantuin Helena. Lu istirahat.”

Corey sengaja berdiri dan mengambil tali yang sama dari rak atas. “Nggak usah, gue kuat kok. Lagian ini tugas gue.”

Aku berusaha menahan tawa karena mereka hampir saling tarik-tarikan tali panjat. “Boys, please…!” kataku mulai risih.

Tapi Chester tiba-tiba nyeletuk, “Hel, kalo ada apa-apa mending kabarin gue aja. Jangan orang yang bikin lu ngerasa bersalah.”

Tubuhku langsung freeze. Kulihat Corey juga. Suasana berubah canggung banget. Corey menaruh talinya pelan-pelan sambil ngomong dingin, “Lu pikir gue seneng begini?”

Aku buru-buru masuk di antara tubuh mereka. “Udah, udah. Gue cuma mau ambil perlengkapan, bukan jadi wasit tinju.” 

Bisa-bisa jadi arena tiinju beneran gudang ini. Kami akhirnya keluar dari gudang, tapi Chester sengaja jalan di tengah-tengah, mencegah Corey bicara padaku. Corey cuma senyum miring ke arahku dari belakang tubuh Chester, seolah bilang, Nih cowok beneran mau jadi bodyguard lu, Hel.

Lihat selengkapnya