SINTAS

Keita Puspa
Chapter #13

12.0. BERANTEM

Begitu kami sampai rumah, Ibu langsung sumringah melihat wajah bang Hel. Dipeluknya anak cowoknya itu. “Helmy… ayo, masuk! Ibu masak sayur nangka kesukaanmu.”

“Bang Hel doang nih, yang disuruh masuk?” tanyaku pura-pura cemburu. Ibu tersenyum dan bang Hel mengusap kepalaku.

“Helena juga anak ibu. Masa mau ditinggal di luar?” kata ibu. Tapi kemudiann ibu menjegal bang Hel. “Ya, ampun! Itu jidat kamu kenapa, Helmy?” ibu melihat pelipis bang Hel. “Helen… tolong ambilkan kotak P3K!”

Kutinggalkan ibu dan bang Hel untuk ke ruang tengah mengambil kotak putih bergambar palang merah. Sepertinya hubungan bang Hel dan bapak sudah mendingan. Buktinya bang Hel udah pulang sekarang.

“Makanya bawa motor, tuh, hati-hati,” kata ibu ketika kuulurkan kotak P3K. Sepertinya bang Hel bohong soal luka di pelipisnya. “Helen… ambilin makan buat abangmu,” pinta ibu.

Lagi-lagi aku pergi meninggalkan mereka. Kuambil nasi dan lauknya di dapur. Tidak sengaja kulihat sepatu bapak di bak cucian. Rupanya bapak sudah pulang. Kuantarkan makanan ke ruang depan. Di sana sudah ada bapak juga. Tapi keadaan mendadak sunyi. Bapak gak ngomong apa-apa, begitu juga bang Hel. Keduanya malah saling menghindari tatapan. Waduh! Belum damai.

“Nih, Bang….” kusodorkan piring ke depan bang Hel.

“Jangan manja jadi laki-laki. Kan bisa ngambil makan sendiri,” ucap bapak tapi sambil membelakangi kami.

“Bilang aja sama diri sendiri. Udah tua masih diambilin makan terus sama ibu!” jawab bang Hel yang membuat muka bapak merah. Sepertinya bapak mau berbalik untuk membalas bang Hel tapi alih-alih itu bapak malah pergi keluar ngurusin motor tuanya.

“Helmy… gak baik ngomong gitu. Ibu itu ngambilin bapakmu makanan ibu sendiri yang mau,” ucap ibu dengan wajah kaku mau marah tapi ditahan. Kemudian ibu juga keluar. Mungkin mau menyusul bapak.

“Bang… lu sama bapak kenapa, sih?” Kuberanikan diri untuk bertanya.

“Tanya aja sama bapak,” jawab bang Hel santai.

“Seriusan, ihhh!” seruku mulai kesal.

“Gue serius!”

Kulemparkan bantal di kursi ke arah bang Hel. Kemudian pergi ke kamar untuk berganti baju.


***


Malam itu, aku, Sharon, dan Chester nongkrong di warung seblak bu Kokom. Uap pedas memenuhi udara, bikin mata agak berair. Aku sibuk ngaduk seblak, sementara Chester dari tadi malah nyender santai di kursi sambil sesekali melempar senyum.

Sharon lagi sibuk chat-an, nggak nyadar Chester dari tadi rada gelisah. Gak biasanya tuh anak. Lagi ambeien kali, ya.

“Hel… gue mau ngomong serius,” ucap Chester. Mukanya mengkhawatirkan banget, kayak lagi nahan kebelet.

“Apaan? Lu biasanya serius cuma kalo seblak lu kepedesan,” candaku. Kali aja muka Chester jadi rada santai abis ini.

Tapi Chester cuma nyengir dikit dan nada suaranya berubah jadi laki banget. “Gue suka sama lu.”

Aku langsung berhenti ngaduk seblak. “Hah?”

Lihat selengkapnya