Sisik Emas

Retno Utama
Chapter #1

Pesta Ulang Tahun

Malam telah sangat larut. Di kompleks perumahan Pondok Indah, deretan rumah-rumah megah telah terlelap dalam keheningan. Namun, ada satu titik yang menyala terang. Di balik pagar yang menjulang, barisan mobil mewah berjejer rapi di halaman yang luas. Di luar gedung, para supir dan satpam yang berjaga ikut tenggelam dalam riuh canda tawa mereka. Akan tetapi, kemeriahan mereka tak sebanding dengan gegap gempita pesta di dalam rumah.

Sebuah orchestra memainkan musik klasik merdu secara berkesinambungan. Para tamu berpakaian resmi dan elegan membentuk kelompok-kelompok kecil secara sporadis. Suara celotehan yang sesekali terselipkan tawa renyah bercampur dengan denting gelas kristal memenuhi aula luas itu. Seorang pria tampan dengan kemeja sutra berwarna arang mengunjungi para tamu dan disambut dengan senyuman ramah dan jabatan tangan yang erat.

Pria itu adalah Pandji Pradipta, yang merupakan tuan rumah, sekaligus bintang utama dari pesta ulang tahunnya yang ke-tiga puluh.

“Selamat ulang tahun Pak Pandji,” sapa profesor Basari sambil menjabat tangannya.

“Saya berharap Pak Pandji bisa menyediakan waktu untuk berbagi ilmu dengan mahasiswa saya di Universitas Indonesia.”

“Saya merasa terhormat, Prof. Tapi apakah saya sudah pantas?" jawab Pandji

“Jangan terlalu merendah, Pak Pandji. Disertasi mahasiswa tentang analisis penetrasi pasar oleh PT. Pradipta saja sudah setebal bantal. Mereka butuh mendengar langsung dari ahlinya. Bapak hanya butuh tiga tahun untuk membangun ini semua. Tidak ada kata lain, selain jenius.”

“Prof, terlalu memuji. Itu semua hanya keberuntungan semata. Tapi, saya akan sediakan satu waktu di sela kesibukan,” janji Pandji tersenyum lebar.

Setelah menghabiskan waktu berbasa basi dengan tamu lain, mata Pandji berkeliling, mencari pusat dari alam semestanya. Dia menemukannya di dekat pilar marmer, sedang tertawa bersama istri seorang duta besar. Sekar terlihat begitu jelita dengan gaun sutra zamrud yang dikenakannya.

Pandji berjalan menghampiri mereka, kemudian menyapa, “Selamat malam, Bu Pramono, mohon maaf mengganggu obrolan kalian.”

“Tidak apa Pak Pandji. Kami hanya sedang membahas rencana kegiatan sosial. Saya sekalian izin pamit, besok pagi-pagi sekali harus kembali ke Australia. Terima kasih atas keramahtamahannya,” kata Bu Pramono menyalami Pandji.

Lihat selengkapnya