Pada tanggal 13, musim gugur, bintang Leo, dalam masa revolusi, sosok pionir yang dipilih sejumlah masyarakat naik panggung politik dan mendapat atensi, juga simpati.
Telah berkali-kali perjuangannya yang bertumpah pengorbanan akhirnya mulai diberikan ruang di muka publik. Ia dinilai sukses menjadi tokoh revolusioner paling berpengaruh. Hingga gagasan-gagasannya yang acap kali kontroversial telah dipandang sebagai solusi keselamatan dan menggugah setiap pihak mengangguk mematuhinya.
“... kalian semua dininabobokan oleh suatu sistem yang masif, terstruktur dan terasa wajar, yang mengharuskan setiap lini masyarakat tunduk dalam sistem tersebut. Tampaknya bermanfaat dan memanjakan hasrat. Saking memanjakannya mayoritas individu menganggapnya wajar. Namun karenanya, benarlah, bahwa kalian telah dininabobokan oleh sistem tersebut ....”
Lalu dikesempatan lainnya beliau mengimbuhkan:
“Izinkan aku beberkan satu premis yang begitu krusial ... tentang kehidupan layak yang diidamkan oleh kaum utopis ... yang secara tidak sadar kita juga mendambakannya ....”
”Adalah kenyataan bahwa kita tidak membutuhkan sistem pemerintahan, kerajaan atau apapun itu dengan akhir penyerahan kekuasaan umat manusia kepada segelintir manusia dengan dalih mewakili. Padahal yang demikian, rentan menyebabkan penyelewengan, sementara efek yang ditimbulkannya merata, bersifat represif dan tidak adil ....“
”Tetapi, dewasa ini ... kita telah menyadari satu premis yang sederhana, begitu simpel. Namun, gamblang saat didengar ... yakni ... diri kita sendiri jualah adalah pemimpin bagi diri kita sendiri ... lantas, mengapa kita takut terhadap hukum dan aturan yang dibuat oleh sesama manusia?“
Agitasi tersebut faktanya sukses menggerakkan hati masyarakat. Beliau menang dalam 'pemilu revolusi'. Pemberontak yang sukses beralih peran menjadi tokoh patriot bangsa.
Lebih lagi, selepas penunjukannya sebagai pimpinan tertinggi 'kelompok revolusi', perang saudara pada bangsa Selatan serentak berlaku. Tanpa waktu yang lama, kerajaan Selatan dinasti ke 67 sukses diruntuhkan.
Rajanya dikuliti di depan publik. Ratunya dimutilasi di panggung penghakiman. Sedang para keturunan kerajaan kabur entah ke mana.
Panji-panji simbol identitas bangsa Selatan dirobek dan dirusak hingga tak berbentuk. Istana diledakan hingga rata. Pasukan militer pihak kerajaan dieksekusi sambil diadakan ingar-bingar pesta meriah.
Ketujuh panglima militer dibakar hidup-hidup. Puluhan jenderal ditenggelamkan. Para menteri kerajaan dibantai. Pihak pembela kerajaan Selatan dieksekusi secara massal.
Hari-hari yang begitu mencekam. Berminggu-minggu penuh ketegangan berdarah. Hanya saja, mengingat hal ini bagian dari keyakinan, prinsip dan masa revolusi, seluruh peristiwa hanyalah kausalitas yang lumrah adanya.
Ratusan tragedi berlangsung secara dramatis dan eksklusif. Dalam siklus demikian, takdir, nasib serta maut berkolaborasi tanpa terasa.
Dengan penuh percaya diri, pihak revolusioner mulai menguasai bangsa Selatan.