Tiga puluh lima menit sekurang-kurangnya mereka berkutat dalam adu kombat tanpa hasil. Dengan kata lain, pertarungan mereka tidak berkembang sama sekali. Orang tua kedua anak kembar itu bahkan belum sekalipun melakukan serangan, konsisten pada tindakan defensifnya.
Eriel melakukan salto dengan kaki yang terlimbur Aura. Berputar, sedang tumit kaki kanannya mengarah menuju ubun-ubun mamanya. 'Wush'.
Responsif dari sang mama tampak bagus. Itu terlihat dari bagaimana dirinya beringsut pesat ke belakang hingga tendangan putrinya hanya berkelebat begitu saja di depannya. Tapi, tidak usai di sana saja. Beberapa saat kemudian, Kael yang bersiaga di sisi kiri mamanya ikut melakukan serangan.
'Poufh' 'Poufh' 'Poufh' 'Poufh'. Tertembaklah Bola-Bola Aura Cahaya seukuran bola tenis dari dua tangan Kael, tepat mencecar mamanya.
Akan tetapi, lagi-lagi kehebatan sang mama memang tidak main-main. Dalam jarak yang sedekat itu, dengan hanya satu gerakan luwes dari tangan kiri Aura-nya (tangan yang dikibas secara teratur demi menepis setiap Bola-Bola Aura) dirinya mampu mengantisipasi serangan yang ada.
Kael tidak terlalu heran. Daya destruktif Aura-nya masih berkisar pada 45%, sedang daya destruktif Aura sang mama sudah 85%. Jadi wajar kalau Bola-Bola Aura-nya dimusnahkan secara mudah.
Namun demikian, Eriel juga tidak mau kehilangan momentum terbaiknya. Di jarak yang dekat dengan mamanya, buru-buru ia lakukan lagi gaya ofensif jarak dekat.
Dua tangan Aura-nya bergerak cekatan, melakukan tinjuan-tinjuan menuju tenggorokan mamanya. Meski secara menakjubkan tangan kanan sang mama refleks bergerak pesat, juga begitu mahir menangkis setiap puluhan tinjuan putrinya.
Kael bahkan tidak berhenti dari metode serangan jarak jauhnya; menembakkan Bola-Bola Aura Cahaya.
'Puaf' 'Puaf' 'Puaf'. Tentunya, setiap Bola Aura lelaki muda itu pecah lewat kibasan tangan Aura sang mama.
Ketegangan merebak intens begitu tangan kanan Mama-nya menangkis segala pukulan Aura putrinya, sedang tangan kirinya menepis seluruh Bola-Bola Aura putranya. Dan pada saat yang sama menampilkan bagaimana kehebatan jenderal muda ini dalam mengantisipasi serangan bertubi-tubi kedua Pewaris-Aura Cahaya.
Biarpun tak terpungkiri, kombat yang terjadi membuat wanita bersetelan necis ini harus mundur. Menjauh sedikit demi sedikit, menghindari kemungkinan buruk yang rentan terjadi.
Lagi pula intensitas dan akselerasi serangan Eriel tidak begitu merepotkan Mama-nya. Pun tembakan Bola Aura Kael terbilang lemah. Yang ada malah menampilkan sebuah momen akrobatik dan seolah-olah sengaja dipertontonkan orang tua Kael dan Eriel.
Lima menit lebih gaya pertarungan itu berlangsung, sekaligus lima meter lebih sang mama telah mundur dari posisi semula.
Tampak memanjakan pandangan mata memang, andai kata ini adalah kompetisi Aura, penonton bisa saja terbengong cengang. Tetapi, sang mama bosan. Bukan ini yang diekspektasikannya.
Oleh sebab itu, secara elegan—pada akhirnya—ia mulai berani melakukan sebuah serangan.
Wanita bermata krem itu mendadak meliputi kaki kanannya dengan Aura Merah darah serta melayangkan cepat kaki kanannya menuju perut putrinya.
Tanpa hitungan detik, sasarannya tercapai. Terpentallah Eriel lima meter ke belakang lalu terkapar di rerumputan dengan Aura Cahaya-nya yang instan padam. Memegang perutnya yang dilanda nyeri.
Kael tak punya pilihan. Mamanya mulai mengkonter serangannya dengan Bola-Bola Aura semerah darah.