Hutan Kabut.
Hutan itu digosipkan terlarang untuk dikunjungi. Tidak banyak yang pulang dengan selamat, dan sangat sedikit yang kembali dengan kondisi fisik-mental yang sehat walafiat. Tempat tinggal makhluk-makhluk kegelapan nan bengis yang haus daging kaum penyihir. Bau dan sukar terkena sinar matahari. Hutan yang hanya tumbuh di benua Barat. Di belakang sebuah desa bernama desa Lotus. Dan, dijaga ketat oleh tentara Kerajaan Dinasti Barat ke-5 bagian Kekaisaran Master-Sihir Diskartes.
Tetapi, konyolnya seorang pria lesu terlihat memasukinya dengan ekspresi putus asa. Pria 24 tahunan bertubuh kurus, muka bonyok penuh luka-luka yang kecewa terhadap nasibnya sendiri. Dia bernama Heiro Ming De-Gemini.
Bersama ingatan kalau dia menceraikan istrinya dengan motif istrinya selingkuh. Konyolnya adalah Heiro yang tidak memiliki sihir energi dijadikan alasan kalau ia tidak akan sanggup lagi melindungi sang istri beserta keluarganya—tentu saja, pria selingkuhan istrinya tidak lain adalah salah satu Penyihir-Energi. Sementara sejak kecil Heiro seorang yatim piatu. Entah kemana keluarganya, yang jelas dalam ingatannya, dia sudah berkubang dalam panti asuhan semenjak balita tanpa ingat sedikit pun mengapa dia harus di sana.
Psikisnya sudah tidak keruan. Pekerjaan satu-satunya sebagai pengantar surat-paket sudah dirampas oleh seorang penyihir yang tidak tahu diri. Sedangkan sebagai seorang manusia tanpa kemampuan sihir sepertinya hanyalah jadi bulan-bulanan rasialisme dan diskriminatif—mentok-mentok jadi budak. Seandainya dia perempuan barangkali seluruh kekurangannya masih sedikit termaafkan.
Itu juga menyimpulkan bahwa dunia dimasa ini sangat kental akan rasialisme dan pengelompokan golongan masyarakat yang mengklaim keunggulan diantara golongan-golongan yang ada. Perbudakan masih jadi komoditas sosial. Yang kuat masih jadi pengatur yang lemah. Keadilan dan kemanusiaan jauh dari kesan yang elegan.
Semua memori pahit itu mengiringi langkahnya yang memasuki hutan terlarang. Tidak sadar kalau sudah lumayan jauh masuk ke dalam. Lingkungan yang kotor, berlumpur, pepohonan tinggi nan rindang yang berlumut, pengap, bau bangkai, dan binatang-binatang atau serangga aneh yang hanya eksis di sini, suara-suara nyaring yang nyaris tidak jelas wujudnya sedikit membikin bulu anu merinding.
Dia memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara yang tidak biasa. Bermaksud mempertaruhkan nasibnya sendiri: Apakah ia akan mati tragis di sini, atau kembali pulang karena menyeramkannya tempat ini … atau … entahlah, dia bahkan terlalu bingung untuk memutuskannya.
Sehari, dua hari hingga empat hari dengan tanpa makan berhasil bertahan di sana. Duduk bersandar pada akar pohon yang besar, menatap kehampaan di depan. Pun ditengah dilematis itu, dia hanya memikirkan betapa tidak adilnya dunia sihir energi ini. Dia tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, pasti di luar sana terdapat orang-orang yang setuju dengannya. Ada—bahkan banyak—orang-orang yang bernasib apes sepertinya. Terkucilkan, terbuang dan diremehkan. Master-Sihir Diskartes yang dikatakan penyihir terkuat nomor satu dan sangat bijaksana itu nyatanya belum cukup untuk menyadarkan akan mekanisme sejarah dunia yang salah—ya, bagi Heiro ekosistem dunia sekarang keliru.
Lebih jauh adalah, dia punya—
“Apakah sebegitu putus asanya dirimu sampai tidak menyadari siapa dirimu sendiri?”