"Darimana Nenek tahu bahwa aku mempunyai masa lalu yang buruk?" Aku bertanya.
"Jika niat kita untuk merubah keburukan menjadi baik,kita akan tahu dimana keburukan itu berada." Nenek menjawab sambil mengunyah sirih.
"Dan kenapa Nenek selalu mengunyah sirih?"
"Sehat untuk gigi Nenek." Nenek memandangku. Tertawa sampai-sampai sirih yang ada di mulutnya mendarat di bajuku.
Aku menyentilnya. Merasa jijik.
"Nenek,bagaimana jika aku mempunyai masa depan yang buruk?"
Nenek menaruh sirihnya. Menghela napas.
"Jangan kau pikirkan apa yang kau lihat dalam dirimu. Teruslah maju. Jagan hiraukan apapun. Takdir dapat berubah jika kita yang merubahnya. Masa depan bisa berubah jika kita mau merubahnya menjadi lebih baik." Nenek menyentuh tanganku.
Aku menarik napas. Bagaimana aku merubahnya? Apakah masih ada kesempatan?
"Nek,bagaimana jika aku gugur saat sedang melakukan kebaikan?"
"Kebaikanmu akan dicatat sebagai amal. Kau takkan pernah menyesal melakukannya." Nenek tetap mengunyah sirih. Menjawab santai.
Aku diam. Memainkan anak rambut yang menutupi mataku.
"Semua akan berakhir. Kau pasti bisa melaluinya. Sesuatu tidak akan berakhir sebelum berakhir. Santai saja." Nenek menenangkanku. Melihat ketegangan yang tampak dari wajahku.
Aku mengangguk. Percaya pada Nenek adalah jalan yang paling baik.
Kami diam selama Nenek mengunyah sirihnya. Nenek mengambil sirih terakhir. Memandangku.
"Raya,ambilkan buku di laci kamar Nenek." Nenek menyuruhku setelah selesai mengunyah sirih terakhirnya.