AFTER RAIN COME SUNSHINE

Tehina Dender
Chapter #10

Episode 9 : Menutupi Kebenaran

Aku mengerjap-ngerjap. Membuka ata perlahan-lahan. Aku mengangkat kepalaku perlahan-lahan. Mataku melihat seluruh ruangan.

Semua orang ada di sini. Tertidur di ruang UKS. Pak Pamana,Kisha,Nita,Scout,Hiro,dan seorang pahlawan yang menyelamatkanku. Nenek.

Aku kembali menidurkan kepalaku. Menatap ke langit-langit ruang UKS. Mengulangi kejadian di mimpiku. Semuanya begitu nyata. Apakah ada hubungannya dengan seseorang?

Aku berusaha untuk bangun. Badanku sangat sakit untuk digerakkan. Seakan-akan semua yang kualami di mimpi itu benar-benar terjadi padaku secara fisik.

"Kenapa lagi ini?! Cukup menderita di mimpi saja! Aku tak ingin ini terbawa sampai ke alam ini!" Aku frustasi. Tak sadar air mata jatuh bagaikan hujan yang mengguyur dengan derasnya.

Aku tidak sadar bahwa Pak Pamana sudah bangun dari tidurnya. Aku tetap berusaha untuk menggerakkan kakiku. Pak Pamana bangun dan mendekat ke arahku.

"Apa yang kau lakukan,Raya? Jangan banyak bergerak. Kau baru saja sadar." Ucap Pak Pamana lembut.

Aku tak memedulikan Pak Pamana. Aku tak ingin kasar kepada Pak Pamana.

"Ada apa,Raya?" Pak Pamana tersenyum. Sangat tulus.

Tiba-tiba ketenangan mengalir di seluruh tubuhku. Mengalir begitu saja seperti Ari sungai yang mengalir dengan tenang.

Aku melihat Pak Pamana.

Aku langsung buru-buru berdiri. Aku tak ingin ditatap terus menerus oleh Pak Pamana. Aku menyeimbangkan diri. Tidak memedulikan apapun. Jantungku bahkan berdetak lebih kencang dari biasanya.

Ketika aku berusaha menyeimbangkan diri,aku malah terjatuh dan membentur kasur. Kepalaku yang pertama kali terkena kasur.

"Aduh!" Aku mengaduh.

Ternyata kegaduhan yang kubuat membangunkan temanku dan Nenek. Mereka mendekat ke kasurku.

"Sudah kubilang jangan bergerak apalagi berdiri. Jangan memaksa dirimu sendiri,Raya. Mari kubantu." Ucap Pak Pamana. Kali ini lebih lembut.

Pak Pamana langsung membantuku berdiri untuk kembali ke kasur. Aku menatap wajah Pak Pamana. Tampan. Putih,tanpa noda sedikit pun. Rambutnya masih sama. Hitam kecoklatan. Badannya gagah sekali. Pak Pamana sadar aku melihatnya sejak tadi.

"Kau melihat apa,Raya?"

Pandanganku langsung buyar. Jantungku semakin tak keruan rasanya. Aku tak bisa meraba tanganku sendiri. Aku sangat gugup. Apalagi sudah ketahuan melihat Pak Pamana.

"Eehhmm..ttt..tidak aaa..apa,Pak." Aku sangat gugup sampai-sampai aku menjadi gagap. Nita yang sudah bangun dari tadi berdiri di samping kasurku. Melihatku,tersenyum dan menyenggolku.

"Kau melihat apa, Raya?

Nita menirukan ucapan Pak Pamana.

"Tttt..tidak..aap..appa,Pak." Nita malah menirukan ucapanku juga. Kemudian tertawa terpingkal-pingkal. Aku kesal melihatnya. Melotot kearah Nita.

Aku melihat Nenek. Nenek berdiri di samping Nita. Menatapku dengan sedih. Kemudian menitikkan air mata.

Lihat selengkapnya