Aku dibawa oleh warga. Seperti bandit yang tertangkap basah mencuri barang-barang di desa. Aku tidak bergerak sedikit pun. Memang aku biasa saja. Aku sudah biasa ketahuan seperti ini. Entah karena ini rencana Giro atau karena memang tidak disengaja aku tidak tahu. Yang jelas diam saja dan ikuti kemanapun warga membawa.
Giro diamankan di rumahnya. Diobati semua luka yang kutimbulkan. Diberikan perawatan terbaik yang orangtuanya bisa lakukan.
Aku sampai di sebuah tempat yang cukup bagus. Ini pasti rumah kepala desa. Ada tulisannya didepan rumah. Aku dengan digandeng dua warga masuk kedalamnya. Didudukkan di salah satu kamar yang khusus untuk sidang. Aku sudah dua kali masuk ke sana. Termasuk saat ini. Sebelumnya aku masuk ke sana juga karena Giro. Giro seperti memancingku untuk memukulnya. Sebenarnya aku sudah tau rencana jahat Giro. Tetapi aku biarkan saja. Toh juga akhirnya tidak terjadi apa-apa padaku. Emak dan Abah juga biasa saja. Hanya menasihatiku agar tidak mengulanginya lagi. Tetapi yang membuat aku ngeri adalah pesan terakhir Emak.
"Jangan kau sekali-kali mengulangi kejadian itu lagi. Diamlah jika diejek Giro. Jika kau memukul Giro untuk kedua kalinya. Rumah kita akan rata bersama dengan tanah."
Aku tahu,kalimat itu hanya untuk menakut-nakuti aku. Emak hanya ingin aku tidak mempunyai masalah dengan siapapun. Emak hanya ingin aku tumbuh menjadi anak yang baik,tidak mempunyai masalah dengan siapapun. Itu saja.
Setelah menunggu beberapa menit. Kepala desa akhirnya datang. Duduk tepat didepanku. Sidang akan dimulai. Emak dan Abah juga sudah datang. Duduk di sebelahku. Memegang tanganku. Raut muka itu berusaha memberitahu bahwa pesan dari Emak itu memang nyata adanya. Aku melihatnya. Gurat wajahnya sudah menua. Bagaimana jika Giro memang benar-benar ingin merobohkan rumahku? Emak dan Abah pasti akan kesusahan jika itu terjadi.
Aku menghela napas. Aku memegang tangan Emak lebih erat. Aku mengangguk-angguk. Memberi tahu Emak bahwa aku tidak apa-apa. Emak memandangku. Tersenyum sekilas.
"Baiklah. Kita mulai saja. Aku hanya ingin memberitahu bahwa kau sudah melakukan ini dua kali,Pamana. Apakah kau tidak merasa jera sedikitpun? Kau memang anak yang bandel. Beritahukan kepadaku apa yang membuatmu memukuli Giro?" Suara kepala desa sedikit serak. Tegas.
Aku memandangnya. Tidak kenal takut sedikitpun.
"Jika aku bercerita yang sebenarnya,aku yakin kau tidak akan percaya. Jadi percuma saja. Ujung-ujungnya aku juga akan dikurung di kandang babi itu. Sudahlah,masukkan saja aku kesana. Jika kau ingin memberi hukuman yang lebih berat lakukanlah! Jangan mengancamku dengan omong kosong yang biasa kau berikan padaku. Kau juga lebih memilih Giro dari pada aku." Aku berteriak. Berbicara sambil menggebrak meja. Berhadap-hadapan dengan Kepala Desa. Kepala Desa terlihat sangat marah. Dia tidak pernah diperlakukan seperti ini. Wajah Kepala Desa seperti ikan buntal yang menggelembung.
"Baiklah! Jika itu yang kau mau. Kau ingin dihukum lebih berat?! Iya hah?!"
"Ya! Jika memang kau lebih memilih Giro. Lakukanlah! Kurung aku dimanapun kau mau!" Aku berdiri. Kali ini menatap lebih tajam kearah Kepala Desa.
"Ikut aku!" Kepala Desa menyeretku keluar. Sekilas aku melihat Emak dan Abah yang langsung berdiri,berusaha menghentikan Kepala Desa.
"Tolong jangan lakukan! Dia tak bersalah! Dia tak bersalah!" Emak menangis. Berusaha menghentikan langkahku.
"Jangan seret aku seperti anjing. Lakukanlah aku secara manusiawi. Apakah kau manusia?!" Aku melepaskan diri dari Kepala Desa.
"Kau ingin yang manusiawi? Bahkan jika aku bukan manu..." Omongan Kepala Desa terhenti. Dia sedikit terbelalak. Dia kaget dengan omongannya sendiri. Ia buru-buru memukul mulutnya. Dan memukul jidatnya berkali-kali.
"Oh! Apakah kau bukan manusia?! Aku baru tahu." Aku tersenyum. Senyuman licik.