"Yah...begitulah. Walaupun tidak mirip dengan ceritamu paling tidak kau mengerti apa yang aku maksudkan." Pak Pamana mengakhiri ceritanya. Termenung. Raut wajah Pak Pamana berbeda ketika menceritakan tentang Kiren. Raut wajahnya sedih. Marah.
"Mmm...Pak. Apakah ceritanya sampai disitu? Maksudku menurutku ceritanya belum selesai." Aku mulai terbiasa berbicara dengan Pak Pamana. Sudah tidak gugup lagi.
"Ya..kau benar,Raya. Cerita ini belum habis sampai kapanpun. Tidak akan pernah."
Aku agak ngeri melihat wajah Pak Pamana. Seperti hendak melahap apapun yang menghalanginya. Aku memalingkan wajah. Tidak ingin melihat wajah Pak Pamana saat sedang begini. Aku lebih memilih diam.
"Tunggu dulu!
Aku mengingat semua cerita dari Pak Pamana.
"Ada beberapa tempat yang sama! Rumah itu! Rumah yang bersebrangan dengan tanah gersang tanpa tanaman! Sedangkan rumah itu penuh dengan tanaman dan lahannya hijau! Ya! Bagaimana bisa tempat itu sama dengan yang kualami?" Aku membatin. Sedikit kaget.
"Kau tahu. Beberapa tempat memiliki makna yang sama ketika kau juga mengalaminya." Pak Pamana bergumam.
Aku sedikit terkejut. Pak Pamana tahu apa yang aku pikirkan. Aneh sekali. Pasti ini saling berhubungan!
"Sudahlah. Hanya kebetulan." Aku menenangkan diriku sendiri.
Selama beberapa saat suasana lorong sekolah hening. Pak Pamana masih diam. Menatap kosong ke arah ruang guru. Entah apa yang dilihatnya. Aku tiba-tiba teringat sesuatu.
"Pak. Apakah Pak Pamana memiliki bakat menghipnotis seseorang hanya dengan tatapan dan senyuman yang tulus?" Aku bertanya. Memecah keheningan yang sedang terjadi.
"Bagaimana menurutmu?" Pak Pamana malah balik bertanya.
"Menurutku....ya."
"Begitulah." Pak Pamana mengangkat bahunya. Aku memandangnya. Sangat dalam. Aku merasa Pak Pamana agak terganggu tetapi aku tidak memedulikannya.
"Bolehkah aku bertanya?"
Pandanganku langsung buyar. Aku mengangguk.
"Apakah kau punya bakat membuat seseorang terganggu?" Pak Pamana tertawa.
"Eh...eh..mm...tidak. Eh maksudku iya. Eh..entahlah." Aku terlihat sangat kikuk. Aku langsung mencubit lenganku sendiri. Sadar Raya! Sadar!
"Bolehkah aku bertanya lagi,Pak?"
"Tentu saja."
"Bagaimana aku bisa menebus kesalahanku?"
"Kesalahan?"