AFTER RAIN COME SUNSHINE

Tehina Dender
Chapter #22

Petualangan 1 : Terjebak

Pagi ini aku sudah kembali masuk seperti biasanya di kampus. Kemarin setelah aku ngobrol dengan Pak Pamana aku diperbolehkan pulang oleh penjaga UKS. Hari ini aku memilih untuk tidak berbicara kepada Nita dan lainnya. Aku tidak ingin dikira halusinasi oleh mereka. Jika saja mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak akan marah seperti ini. Aku ingin bercerita kepada mereka. Tetapi,aku tidak tahu apakah pikiran mereka menolak atau malah menerima. Aku masih berpikir tentang ini.

Pagi ini langit sangat cerah. Angin sepoi-sepoi membuat badanku menjadi segar. Rambutku beterbangan seperti hendak terbawa angin. Cuaca pagi ini tidak seperti biasanya. Mungkin saja pergantian musim akan terjadi sebentar lagi. Aku memandangi awan yang bergerak lamban. Alam akan menjadi saksi seluruh kegiatanku hari ini. Aku harap hari ini tidak lagi ada kejadian seperti yang sebelumnya. Berbicara pada orang yang salah. Mungkin teman-teman ku benar. Aku halusinasi. Tetapi aku jamin seratus persen aku tidak halusinasi. Aku yang mengalaminya aku juga yang merasakannya.

Sebentar lagi aku sampai di kampus. Nama kampusku agak aneh rasanya. Kalipatan Tiga. Apa artinya? Kalipatan itu apakah kelipatan? Berarti kelipatan tiga. Aku mendengus. Melupakan yang aku pikirkan. Selangkah lagi aku sampai di gerbang kampus.

Aku bersenandung kecil saat memasuki kampus. Melihat langit-langit,membayangkan masa depan yang cerah menanti. Udara membuat suara yang gaduh di telingaku. Pohon-pohon bergerak tenang mengikuti arah udara berhembus.

Segar sekali.

Duk!

Aku terjatuh. Ditabrak seseorang yang sembrono.

"Hei lihat-lihat kalau sedang berlari!" Aku berteriak. Tetapi orang itu sudah jauh berlari.

"Paling tidak bantu aku berdiri! Dasar!" Aku masih kesal. Enak saja orang itu langsung berlari sedangkan aku terperosok di sini.

Aku berdiri. Membersihkan pakaianku yang kotor terkena tanah.

"Hhhhh." Aku menghembuskan napas. Berjalan ke kelas.

Aku terbelalak ketika memandang lorong sekolah.

Hei! Mengapa semua orang berlari keluar? Ada keributan apa ini?

"Hei! Hei! Ada apa?!" Aku bertanya kepada salah satu mahasiswa yang berlari. Tetapi dia hanya mengabaikanku. Aku bertanya kepada mahasiswa yang lain. Tak ada yang menjawab.

Aku melihat Nita,Scout,dan Hiro juga berlari keluar. Aku menghalanginya.

"Minggir,Raya. Ayo keluar!" Nita menarik pergelangan tanganku. Menyeretku keluar dari kampus.

"Hei! Ada apa Nita? Apa yang terjadi?!" Aku berusaha melepaskan tanganku dari genggamannya.

"Tak ada waktu untuk bercerita. Kita cari tempat untuk berlindung baru aku akan bercerita!" Nita berteriak. Mengalahkan suara gemuruh dari ribuan mahasiswa yang berbondong-bondong keluar.

Aku memilih untuk diam. Mengikuti Nita. Kami terus berlari tanpa arah. Semua pengguna jalan kebingungan.

"Nita! Dimana Kisha?!"

"Nanti aku ceritakan semuanya! Diamlah!" Kali ini raut muka Nita berubah. Marah. Mukanya memerah.

Selama beberapa menit kami berlari,akhirnya kami menemukan tempat untuk berlindung. Yaitu di bawah jembatan. Aku,Nita, Scout,dan Hiro menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskan nafasnya. Jantung kami masih berdetak dengan kencang sehabis berlari jauh. Mahasiswa lain malah sudah berlari ke rumah mereka masing-masing. Takut ada kejadian aneh yang menimpa mereka. Aku menarik napas. Kemudian menghembuskannya.

"Apakah aku sudah boleh bertanya?" Aku memandang mereka semua.

"Silahkan." Ucap Scout dengan tersengal-sengal.

"Kenapa kalian semua berlari keluar? Belum waktunya pulang kan?" Aku berkata ketus.

"Hei,Raya. Jika kau tahu kejadiannya kau takkan marah." Hiro menatapku.

"Baiklah. Apa yang sebenarnya terjadi?" Aku berkata lebih lembut.

"Mmmm...kau takkan percaya,Raya. Tapi dengarkanlah. Saat kami semua sedang sarapan di kantin bersama Kisha. Tiba-tiba ada suara yang sangat kencang. Membuat telinga kami hampir pecah. Suaranya tak jauh dari kantin. Sepertinya dari arah belakang. Dan tiba-tiba juga Kisha berubah menjadi sangat menyeramkan. Matanya merah. Kukunya panjang. Tubuhnya tinggi sekali. Kulitnya kasar. Kami semua kaget. Para guru datang mencari arah datangnya suara. Mereka semua berlari menuju kantin. Dan semua siswa sudah berlari keluar. Aku rasa mereka terkepung. Mereka berhadapan langsung dengan 'Kisha'. Saat aku lihat semua guru berusaha menghindari Kisha,kecuali Pak Pamana. Dia tak ada disana. Saat ini aku tak tahu bagaimana nasib para guru. Semoga saja selamat. Nah,karena itulah kami keluar dari kampus. Pertama,karena ada suara sangat kencang. Kedua, karena Kisha berubah menjadi sangat menyeramkan. Ishh! Aku tidak tahu jika Kisha bukan sepenuhnya manusia." Raut muka Nita antara sedih dan marah.

Lihat selengkapnya