"Dimana kita?" Hiro bertanya. Panik.
"Entahlah. Ini seperti sebuah desa. Desa mati?" Aku menjawab.
"Apakah memang desa?" Nita memastikan.
"Kita tidak akan tahu jika kita tidak mencari tahu. Ayo." Scout berjalan ke arah desa. Membuka gerbang yang tertutup. Ternyata tidak di kunci. Tetapi sudah karatan sehingga susah untuk dibuka.
Aku mengikuti Scout. Nita dan Hiro sedikit bimbang. Pada akhirnya mereka juga mengikutiku. Kami berjalan dengan sangat pelan. Hati-hati. Barangkali ada sesuatu yang mengintai kami.
Semua rumah disini sudah dipenuhi dengan tanaman merambat. Sudah sangat usang. Ketika sudah jauh berjalan,suasana di sini semakin gelap. Gelap sekali. Kami tidak dapat melihat apapun. Kami tetap berjalan. Saling berdekatan.
Duk!
"Aduh! Aku menabrak apa?" Scout memegangi kepalanya.
"Entahlah. Eh..tunggu. Aku membawa senter kecil. Aku baru teringat!" Hiro mengeluarkan senter kecilnya dari saku.
"Syukurlah." Nita bergumam.
Hiro maju. Melihat apa yang ditabrak oleh Scout.
"Ini sebuah papan!"
"Apa yang tertulis disana?" Aku bertanya.
"Aku tidak tahu. Desa ini memakai huruf Jepang lama. Aku tidak tahu apa tulisannya." Hiro menjawab.
"Hhhh...mungkin jika kita bisa membacanya,kita mendapatkan sedikit informasi kita berada dimana." Nita tampak kecewa.
"Tunggu. Biarkan aku melihat." Aku maju. Ikut melihat papan itu. Aku membuka mataku lebar-lebar. Walaupun sudah ada senter,tetap saja masih kurang terang. Aku melihat tulisannya. Aku seperti pernah melihat huruf-huruf ini. Tetapi dimana? Aku berpikir keras. Memutar semua kenangan dari masa kecilku. Aku mengingat semua kejadian. Salah satunya....
"Hei! Aku ingat!"
"Ingat apa?" Scout,Nita,dan Hiro melihatku. Bertanya bersamaan.
"Huruf ini adalah huruf yang dipakai pada buku yang Nenek berikan kepadaku saat aku masih berumur sepuluh tahun! Aku masih ingat! Sayangnya aku tidak mengerti apa yang tertulis dibuku itu. Aku membawanya kemanapun aku pergi," Aku membuka tasku dan mengeluarkan sebuah buku kuno. "ini." Aku memberikan bukuku kepada Hiro.