AFTER RAIN COME SUNSHINE

Tehina Dender
Chapter #33

Petualangan 12 : Mencari Bersama

Di sini aku berdiri. Dengan kondisi seluruh badan diikat dan digantung. Memandangi langit buatan yang diciptakan untuk menenangkan diri. Beberapa orang yang ku sayang berdiri menatapku. Tatapan marah dan ambisi. Suasana di sini tegang sekali. Hari ini hari terakhir dalam hidupku. Semoga saja teman-teman ku mendapatkan petunjuk dariku.

Aku kecewa sekali. Aku kaget,marah. Mereka semua punya tujuan sendiri. Orang-orang yang aku kenal. Semuanya, berkhianat.

Tangan dan kakiku gemetar. Jantungku mati rasa. Tak ada lagi kata tenang. Keadaan menjadi semakin tegang saat ketua datang. Membawa sebuah benda tajam yang dikalungkan di badannya. Senapan,peluru,anak panah,semuanya lengkap.

Tanganku berkeringat. Mataku melotot. Menatap tajam kearah sang ketua.

"Beri salam kepada sang dewa!" Ajudan membungkuk. Memberikan hormat.

"Hormat untuk sang dewa. Hormat! Hormat!" Para pengikut ikut serta mengikuti sang ajudan.

Sang dewa berjalan melewati ratusan pasukan setianya. Duduk disinggah sana miliknya. Berlapis emas dan dilengkapi bludru di bagian tempat duduknya. Sangat indah jika dipandang.

"Hormat kembali bagi kalian semua. Kelihatannya ada yang tak memberi hormat kepadaku." Sang dewa melirik ke arahku. Aku memalingkan muka. Aku tak tahan melihat wajahnya.

"Beri hormat!" Sang dewa berkata tegas.

Aku diam mematung. Masih memalingkan wajahku. Aku sungguh merasa jijik.

"Berikan hormat kepada sang dewa sekarang! Kau bisa mati dibunuh karena ini!" Salah satu pasukan berbicara kepadaku. Suaranya dalam dan berat. Penuh dengan kegagahan.

Aku masih diam saja. Aku tak mau memberikan hormat kepadanya. Aku masih punya harga diri.

"Tak apa pasukan ku. Aku sendiri yang akan memberitahunya." Sang dewa berdiri. Berjalan mendekati aku. Suara langkahnya terdengar. Membuat pecah keheningan. Jantungku berdebar. Aku tak tahu mengapa aku merasa takut. Seharusnya aku tak perlu merasa ketakutan dalam diriku. Aku akan dipermalukan. Menutupi semuanya adalah jalan yang paling baik.

"Hei...hei..hei. Lihatlah anak itu. Malang sekali. Penuh dengan rasa takut. Sendiri menghadapi semuanya. Tapi tak apa. Kau masih punya aku. Guru yang paling kau sayangi. Setia membantumu." Sang dewa tertawa. Suaranya melengking. Jauh berbeda dari seseorang yang aku kenal.

"Aku tak pantas takut. Aku tak akan pernah menerima bantuan darimu. Kau sepatutnya tak berdiri di sini sekarang." Suaraku lemah. Tenggorokan ku tercekat. Semakin lama kondisiku semakin parah. Kulitku mulai tergores di sana sini. Lebam menjalar di seluruh tubuhku. Aku mulai bisa merasakan denyut nadi dan detak jantungku sendiri. Berdetak semakin lambat. Aku harap bantuan segera datang.

****

Scout berjalan tanpa arah. Ia tak tahu harus kemana. Seharusnya dia membuka pintu itu. Ia memutuskan untuk berjalan ke arah yang berbeda. Tempat ini tanpa ujung. Dia selalu melewati jalan yang sama setiap kali ia berusaha untuk mencari jalan keluar. Dan ia sampai di depan pintu ini.

"Yang benar saja! Aku selalu melewati pintu ini ketika aku berjalan ke arah yang berbeda! Apa yang kau mau?!" Scout memandangi pintu yang dikelilingi oleh cahaya tersebut. Semakin lama semakin terang. Ia ragu untuk memasuki pintu itu.

"Bagaimana ini? Apakah aku harus membuka pintu itu atau tidak? Ayolah..berikan aku petunjuk." Scout mendengus. Ia terlalu bingung untuk memilih.

Scout berpikir panjang. Lama sekali. Ia harus benar-benar memikirkannya dengan matang.

Lihat selengkapnya