Siswa Sempurna [Bagian 1 | Sisi Terang]

Ikhsannu Hakim
Chapter #3

3. Dongeng Kelinci dan Kura-Kura

MALAM usai aku belajar, adikku memintaku ke kamarnya. Dina adalah saudara dalam keluarga kecilku satu-satunya. Dia usia lima (5) tahun. Betapa jauh memang jarakku dengannya secara usia. Namun hubungan kami dekat, terlebih lagi seisi rumah hanyalah tiga orang perempuan.

Ya, ibuku sudah ditinggal wafat mendiang ayahku ketika awal aku masuk SMA. Ayahku meninggal karena kecelakaan tunggal yang diduga akibat mengantuk dan dia menabrak pembatas jalan, lalu terperosok ke jurang bersama mobilnya. Sungguh aku tak kuat menatap saat tubuhnya yang terpotong-potong itu hendak dimandikan di rumah sakit.

Lalu ibuku berjuang sendiri membiayai kami. Dia tetap melanjutkan pekerjaannya sebagai perawat di rumah sakit jiwa.

Sehingga terkadang ketika dia dapat sif malam seperti malam ini, aku dan Dina hanya berdua di rumah. Ibu memasak terlebih dahulu sebelum berangkat, jadi kami berdua bisa makan malam tanpa takut kelaparan di tengah malam.

Kembali ke Dina. Biasanya kalau ada ibu di rumah, dia minta ibu menjaganya sebelum tidur. Karena tak ada ibu, maka peran itu kugantikan.

“Dongeng balapan kelinci dan kura-kura ya, Kak,” rayunya sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.

“Kan sudah dua kali Kakak cerita itu,” balasku.

“Tapi aku suka,” timpalnya sambil menggoyang-goyangkan rambutnya yang dikuncir dua di atas.

Aku menghela napas. Lalu mengambil buku fabel bergambar yang seminggu lalu dibelikan om kami di toko buku. Begitulah Dina, setiap ada yang baru dia akan memintanya digunakan berulang kali hingga ada hal yang baru lagi – jika dia sudah bosan dengan yang sebelumnya.

Kamu bisa lihat piyama yang dipakainya. Itu baru saja dicuci Ibu tadi pagi. Lalu siangnya kering dan malam ini dipakai lagi. Ya dipakai lagi. Itu adalah piyama yang dibelikan om kami bersamaan dengan buku dongeng ini. Dan piyama itu dipakainya selama seminggu terakhir berturut-turut.

Aku kembali ke kasurnya dalam pelukan malam remang nan sunyi – ada beberapa suara motor namun sudah berhenti.

“Pada suatu hari...” Sejujurnya aku benci – benci, benci, benci – dengan kata-kata ‘wajib’ di awal dongeng-dongeng seperti ini. Tapi aku baca saja demi adikku yang sebenarnya sudah bisa membaca sendiri ini agar cepat tidur sambil memeragakan dengan boneka kelincinya.

Lihat selengkapnya