SITINGGIL 2 : CINCIN MERAH DELIMA

Heru Patria
Chapter #2

TOILET KENGERIAN

“Rudi, berhenti dulu, Rud! Aku kebelet pipis, nih!” Suara Nuril Hidayah memecah kesunyian.

“Aduuh, kau ini ada-ada saja, Ril. Memang kau mau pipis di mana, ini kita lagi ada di tengah perkebunan, gak ada pemukiman warga,” sahut Nadya sembari menatap sahabatnya yang memang nampak tersiksa karena adanya desakan air kencing yang menendang-nendang ingin cepat dikeluarkan.

“Nadya benar Ril, kau tahan saja dulu, ya. Siapa tahu di depan kita sudah ketemu pemukiman warga,” kata Rudi pula.

“Lagian, bahaya loh kalau kita pipis sembarangan di tempat asing kayak gini. Kata nenek, kita bisa diganggu sama penunggunya.” Toni ikut pula mengomentari.

Nuril Hidayah diam saja. Ia hanya meringis menahan air seni yang sudah semakin menyiksa bagian bawah perutnya. Apalagi jalan aspal yang mereka lalui mulai menanjak dan berkelok-kelok tajam. Gerakan mobil yang sesekali terguncang akibat jalan yang kadang berlubang membuat Nuril Hidayah makin tersiksa oleh hajatnya.

Hening kembali. Kini yang terdengar hanyalah suara-suara binatang malam yang sedang bernyanyi di balik semak belukar. Kadang terdengar pula bunyi tokek yang agak menyeramkan. Sempat terlihat juga seekor ular pyton berukuran sedang yang sedang merayap turun dari sebuah batang pohon mahoni yang berdiri angker di sisi kanan jalan. Dengan lidah yang ujungnya bercabang dan selalu dijulur-julurkan, ular itu nampak seperti binatang dari alam lain yang sedang menunggu datangnya mangsa yang hendak dijadikan korban.

Saat melintas di dekat pohon tempat si ular sedang merayap itu, Rudi sengaja mengurangi kecepatannya. Bukan untuk menakuti teman-temannya tapi hanya karena kondisi jalan yang makin gelap dan berkelok-kelok. Dibutuhkan kehati-hatian dan konsentrasi yang lebih tinggi supaya dapat melintas dengan aman.

“Hai, itu ada toilet!” seru Dandi yang sedari tadi terdiam. Serta merta tangannya menunjuk ke sisi kanan jalan.

Ciiitt!

Serta merta Rudi menghentikan laju mobilnya. Serentak semua mata menoleh searah dengan telunjuk Dandi. Benar saja! Sekitar 50 meter dari tempat mereka berada, tepatnya di bawah rerimbunan pohon bambu, tampak adanya dua buah toilet dalam sebuah bangunan kecil berdinding kusam.

Ukuran bangunan itu hanya sekitar 2x3 meter yang dibagi menjadi dua buah kamar. Masing-masing kamar berpintu setinggi kurang dari I meter. Bagian atapnya adalah asbes yang lebih banyak tertutup daun bambu kering.

Nuril melompat turun dari mobil. Dengan langkah takut-takut ia menghampiri toilet itu.

“Perlu ditemani nggak, Ril?” Dandi bertanya dengan senyum sedikit menggoda.

“Gak, usah!” Ketus Nuril menjawab.

Tanpa memedulikan wajah Dandi yang cemberut, Nuril mempercepat langkah akibat desakan air seninya. Tak dihiraukannya suara Dandi yang menyuarakan tawa ala Nenek Lampir untuk menakut-nakuti. Penyakit batu ginjal akibat terlalu lama menahan kencing yang lebih ia takuti.

Sesekali ia berhenti untuk menengok kanan dan kiri ketika angin malam berdesir membelai tubuhnya. Seketika hawa dingin menusuk hingga ke tulang. Suara gemerisik akibat gesekan daun bambu, mau tak mau membuat bulu kuduknya berdiri. Sejenak Nuril merapatkan kerudungnya.

Sambil melafalkan doa-doa di dalam hati, Nuril melanjutkan langkah seraya berusaha mengusir rasa ngeri. Terlebih saat ia mendapati kondisi toilet yang lebih mengerikan dalam jarak dekat. Kalau saja tidak kebelet pipis, tentu ia ogah mendatangi toilet yang sebenarnya tak layak ini.

Tepat ketika kaki Nuril menjejak di lantai semen bagian depan toilet itu, lampu 5 watt yang tergantung di dekat tiang tengah dari 3 tiang yang jadi penyangga kerangka atap dan jadi satu-satunya penerangan di tempat itu, terlihat lebih redup. Cahayanya seakan tertelan oleh kegelapan yang merajai sekeliling tempat itu.

Melihat pintu sisi kanan yang sedikit terbuka, Nuril buru-buru memasukinya. Ia pun langsung jongkok di jamban yang nampak sedikit jorok karena jarang dibersihkan. Sambil melepas semua hajat yang sudah mendapat tempat pelampiasan, ia mengedarkan pandangan ke asbes yang memayungi tempat itu.

Lihat selengkapnya