Pada saat yang sama, di dukuh Kromasan, tubuh Gayatri yang sedang berbaring di atas dipan tiba-tiba berguncang-guncang dengan sendirinya. Walau kedua kelopak matanya masih terpejam dengan rapat, tapi di wajahnya tergambar dengan jelas guratan kengerian yang sedang ia rasakan. Sepertinya ada suatu kekuatan gaib yang sedang mengangkat dan membantingnya berulang-ulang.
“Aaarrrggg …! Aaarrrggghhh …!”
Bibir mungil Gayatri terus mengerang-ngerang menahan ketakutan yang sedang mencekam. Sesekali kedua tangannya bergerak liar, menggapai-gapai udara kosong seolah hendak mencakar sesuatu yang ada di hadapannya.
Karuan saja hal itu membuat nenek Sriamah menjadi panik. Istri Mbah Sengut itu bergegas memanggil suaminya yang sedang ngobrol bersama Mbah Sadikun di teras rumah.
“Pakne! Gayatri, Pakne! Gayatri!"
“Ada apa dengan Gayatri?” Justru Mbah Sadikun yang pertama menyahut.
“Itu Kang, tubuh Gayatri tiba-tiba bergerak-gerak aneh di atas ranjang.”
Hah! Mbah Sengut dan Mbah Sadikun terperanjat. Tanpa menyahut lagi, mereka berdua menghambur ke kamar Gayatri. Di bawah penerangan cahaya lampu 5 watt yang nampak temaram, terlihat dengan jelas tubuh Gayatri yang masih terangkat dan terbanting berulang-ulang.
Sigap, Mbah Sengut menangkap tubuh Gayatri yang terangkat untuk kesekian kalinya. Perlawanan pun terjadi. Tubuh Gayatri menjadi meronta-ronta berusaha melepaskan diri.
Melihat Mbah Sengut yang mulai kewalahan atas gerak liar tubuh Gayatri, Mbah Sadikun turun tangan. Lelaki renta itu membantu memegangi Gayatri pada bagian kakinya. Setelah gerak liar Gayatri dapat dikendalikan, perlahan mereka membaringkannya.
Tapi, … astaga! Lagi-lagi Mbah Sengut dibuat terkejut. Dalam remang cahaya lampu 5 watt, mata tuanya dapat melihat dengan jelas ada sesuatu yang aneh pada jari manis Gayatri di tangan sebelah kiri. Pada pangkal jari manis itu melingkar seberkas cahaya merah yang menyilaukan. Cincin cahaya dengan cepat berpendar sangat menyilaukan.
“Lingkaran cahaya di pangkal jari manis Gayatri itu sepertinya adalah tanda-tanda akan munculnya kembali cincin merah delima, Adi Sengut. Jadi sebaiknya cepat angkat Gayatri ke halaman. Kita harus menghilangkan cahaya cincin mistis itu dengan japa mantra warisan nenek moyang,” ujar Mbah Sadikun was-was.
“Tapi bagaimana mungkin cincin merah delima itu bisa datang lagi, Kang? Bukankah kita sudah melenyapkannya di Sitinggil dulu itu?” Mbah Sengut menatap tajam wajah Mbah Sadikun yang berdiri di sebelahnya.
“Sepertinya memang ada satu kekuatan yang akan membangkitkannya lagi, Adi Sengut. Jadi ayo bergegas menolong Gayatri!”
“Baik, Kang. Ayo!”
Mereka berdua mengangkat tubuh Gayatri ke halaman. Nenek Sriamah pun segera menggelar sebuah tikar kecil berukuran 80 x 180 cm, di bawah pohon rambutan. Di tikar itu tubuh Gayatri dibaringkan.