SITINGGIL 2 : CINCIN MERAH DELIMA

Heru Patria
Chapter #12

PERGI KE ALAM MISTERI

Krek! Terdengar suara slot pintu yang digeser dengan malas. Kemudian disusul kepala Toni yang nongol dari balik pintu yang terkuak.

“Ton, Nuril gak ada di kamar, Ton. Nuril, nggak ada!” Nadya berkata gusar seraya menerobos masuk kamar.

“Nggak ada gimana maksudmu? Semalam kan dia tidur sama kamu.” Kali Rudi yang menyahut meskipun sambil tetap melungker di balik selimut.

“Iya. Tapi begitu aku bangun tadi, Nuril sudah tidak ada di ranjang.”

“Mungkin dia sedang di kamar mandi,” sahut Toni.

“Kamar mandi sudah aku periksa, tapi nggak ada. Jangan-jangan ….”

Belum sempat Nadya meneruskan kalimatnya, Toni sudah pula memenggalnya.

“Jangan membayangkan hal-hal yang buruk dulu, Nad. Lebih baik kita berdoa semoga tidak ada suatu hal buruk yang menimpa kita semua.”

“Amiiin.” Nadya dan Rudi menyahut serentak.

“Baiklah, sebaiknya ayo kita tanya ke Pak Tua penjaga Loji ini. Siapa tahu dia mengetahui keberadaan Nuril saat ini,” ujar Rudi seraya melompat turun dari ranjang.

Mereka bergegas keluar kamar. Tanpa menutup pintu kamar, serentak mereka melangkah ke ruang belakang. Namun, baru saja langkah mereka sampai di ruang tengah, tiba-tiba Nadya menahan langkah kedua temannya.

“Sebentar, coba kalian perhatikan peralatan minum yang ada di atas meja bundar kecil itu,” kata Nadya seraya menunjuk satu set peralatan minum yang teronggok di atas meja di mana mereka tadi malam menikmati teh hangat bersama-sama.

“Perasaan tadi malam, nampan, teko, dan empat gelas itu berwarna kuning keemasan. Kok sekarang jadi berbahan kayu dan penuh debu begini, ya.” Sambil berkata Nadya menatap kedua temannya secara bergantian.

“Atau mungkin ini peralatan minum yang lain. Bukan yang kita pergunakan tadi malam,” sahut Rudi.

“Bisa jadi.” Toni menimpali pendapat Rudi.

Nadya melangkah mendekati meja kecil bundar itu. Dengan seksama diperhatikannya teko dan empat gelas yang ada. Tiga gelas di antaranya sudah kosong. Satu gelas masih terisi penuh yang ia yakini adalah gelasnya karena semalam ia tak sempat minum lantaran sibuk mengurusi Nuril.

“Kalian lihat, posisi gelas ini pun masih sama persis seperti saat kita tinggalkan tadi malam. Kau, kau, dan Nuril sudah meminum isi gelasnya. Tinggal gelasku saja yang belum kusentuh. Dan sampai saat ini isinya juga masih penuh.” Sambil berkata Nadya mengangkat gelas yang masih terisi penuh. Di dekatkannya gelas itu ke hidung Toni.

“Hoek! Hoek!” Perut Toni langsung merasa mual seketika.

“Singkirkan minuman berbau busuk itu dari hidungku!” sergah Toni serasa mendorong tangan Nadya agar menjauh dari wajahnya.

Akibat sentakan Toni yang tiba-tiba, tak ayal sebagian isi gelas itu tumpah ke lantai. Tapi air yang meluber ke ubin lantai itu bukan lagi berbentuk air teh, tapi semacam cairan yang hitam pekat dan beraroma busuk. Seperti air comberan saja layaknya. Tak urung, perut mereka pun mual seketika.

Glotak!

Nadya melempar gelas itu ke meja secara asal. Lantas mereka segera memacu langkah menuju ke ruang belakang. Saking tergesa-gesanya, mereka sampai tak melihat jika Lelaki tua penjaga Loji juga sedang melangkah berlawanan arah dengan mereka. Tak jauh dari pintu ruang belakang, mereka nyaris bertubrukan badan.

“Oh, syukurlah kalian sudah bangun semua. Jadi setelah sarapan nanti, kita bisa segera mencari teman kalian yang terpisah tadi malam,” kata lelaki tua itu dengan tatapan tajam.

Lihat selengkapnya