Nadya sedang duduk di plester tepi kolam besar yang ada di utara Loji. Di sana ada tiga kolam berukuran sama. Selain difungsikan sebagai tempat penampungan air untuk menstabilkan gerak kincir sebagai satu-satunya sumber penerangan kampung Bedengan, ketiga kolam besar itu juga sering digunakan untuk mandi dan mencuci bagi orang-orang yang barus selesai merumput atau pulang memetik teh.
Di sisi timur kolam besar itu terdapat sebuah bangunan cungkup yang menyerupai gazebo sebagi tempat istirahat orang-orang lewat. Sebatang pohon petai berdaun lebat menaungi cungkup itu sehingga menimbulkan kesan sejuk.
Di sisi utara kolam juga terdapat jalan setapak sebagai pembatas kolam dengan area Loji. Jalan setapak itu menuju ke jurang terjal tempat turbin air yang dijadikan pembangkit listrik yang terletak di dasar jurang, pada sebuah sungai kecil yang permukaankannya hampir tak terlihat lantaran dipenuhi tumbuhan air yang menyulur subur.
Nadya duduk di sisi utara kolam dengan kaki menjuntai ke air bening yang gemericik. Sesekali angin bertiup sepoi mempermainkan ujung rambutnya yang berponi. Kakinya juga ia ayun-ayunkan ke air sehingga membentuk barisan gelombang kecil yang susul-menyusul di permukaan kolam. Sedang matanya menatap lurus hamparan jalan berbatu yang berkelok-kelok mendaki ke perkebunan teh Sirah Kencong.
“Ah, siapa ya kira-kira yang telah berbuat zina di antara Rudi, Toni, Dandi, atau Nuril? Kalau dilihat dari perangai Toni yang sering banget gonta-ganti pacar, kayaknya dia yang paling memungkinkan,” gumam Nadya seraya menatap mega-mega putih yang berarak pelan.
Lantas angannya segera pula mereka-reka sederet nama cewek yang pernah dipacari oleh Toni. Ia tahu pasti rata-rata cewek yang pernah digandeng oleh Toni adalah mereka yang gemar dugem. Sukanya nongkrong di café-café atau tempat karaoke. Besar kemungkinan memang Toni-lah yang telah melakukan perbuatan terlarang yang menyeret mereka ke dalam persoalan rumit ini.
“Jangan melamun di tempat ini, Nak. Itu berbahaya.” Tiba-tiba satu suara terdengar bersamaan dengan sebuah tepukan pelan di pundak kanannya. Suara serak parau yang sepertinya pernah Nadya dengar sebelumnya.
Kaget, Nadya bermaksud memalingkan wajah. Sayang, akibat gerakannya yang mendadak, pantatnya ikut pula bergeser. Akibatnya … byuurr! Ia terjatuh ke dalam kolam sebelum sempat melihat siapa orang yang datang.
Meski kolam yang biasa disebut warga sekitar sebagai Jeding Ombo itu tak terlalu dalam, tapi tak urung Nadya sempat sedikit gelagapan. Haup! Haup! Haup! Ia menggerak-gerakkan kedua tangannya untuk berusaha menepi dan mencari pegangan di tepian kolam.
Namun, … oh, kolam berkategori dangkal yang semestinya mudah ia arungi itu nyatanya justru membuat Nadya kewalahan. Tiba-tiba saja ia merasa ada sepasang tangan yang mencengkeram pergelangan kakinya. Tangan gaib itu menariknya ke dasar kolam.
Haup! Haup! Haup!
Nadya gelagapan. Tenaganya serasa tak berarti melawan kekuatan yang menariknya ke dasar kolam. Sejenak kepalanya timbul tenggelam di permukaan kolam. Air kolam yang semula tenang kini terasa bagaikan pusaran air yang coba menariknya makin ke dalam.
“Raih dan pegang tanganku!” perintah pemilik suara serak parau itu.
Mata Nadya yang sudah terasa pedih beradu dengan air tak dapat melihat dengan jelas siapa orang yang mengulurkan tangan kepadanya itu. Kecipak air yang tercipta akibat gerakan tangannya yang meronta-ronta makin membuatnya tak bisa mengenali sosok yang ada di tepi kolam.
Akh!
Sesaat lelaki penolong itu tercekat. Dalam kondisi normal seharusnya tubuh Nadya yang semampai tak seberat ini untuk ditarik ke tepi. Namun lantaran adanya kekuatan tangan gaib yang menahannya, tak ayal lelaki itu harus beradu tenaga.
Matanya yang tajam menutup lurus ke dasar kolam yang kini air beningnya berubah keruh akibat gerak Nadya yang meronta-ronta. Kedua bibir hitamnya terkatup rapat. Sedang dalam hatinya ia sedang merapal mantra berbahasa Jawa kuno yang tak bisa dipahami oleh manusia jaman sekarang.
Dug! Dug! Dug!
Kaki kanannya menghentak ke bumi tiga kali. Sesaat ia menarik napas dalam-dalam kemudian …, wuusss! Disemburnya permukaan kolam itu dengan sekuat tenaga. Ajaib! Permukaan kolam yang semula hanya beriak perlahan akibat gerak tubuh Nadya yang makin kelelahan, begitu semburan lelaki itu menyentuh air kolam, tiba-tiba air kolam bergolak dengan hebat. Muncul gelembung-gelembung layaknya air dalam panci yang sedang direbus sampai mendidih.
“Aaaaarrrhhhh!”
Nadya merintih memilukan. Terbang sudah kesadaran dirinya terbawa riak air yang makin mengganas. Dan sebelum gelombang air menggulung tubuh Nadya ke dasar kolam, dengan sigap lelaki itu menarik tangan Nadya sembari melompati kolam selebar lima meter itu dengan gesitnya.