SITINGGIL 2 : CINCIN MERAH DELIMA

Heru Patria
Chapter #18

PURNAMA MERAH

“Nadya, dari mana saja kau? Sedari tadi kami mencarimu,” kata Rudi saat Nadya memasuki pintu barat Loji.

“Aku hanya jalan-jalan keliling kampung, kok. Ada apa kiranya kok kalian nampak ambo begitu?” Nadya menatap kedua temannya dengan tajam.

“Ssssttt!” Toni menempelkan telunjuknya ke tengah bibir.

Sejenak ia celingak-celinguk seolah takut ada yang sedang memperhatikan mereka. Dengan langkah pelan dibawanya Nadya ke ruang tengah. Di sudut selatan, Dandi duduk membisu. Di pojok utara, Nuril duduk seraya senyum-senyum entah kepada siapa. Toni mengajak Nadya dan Rudi duduk di kursi yang pernah mereka duduki saat pertama memasuki Loji ini.

“Nad, ada yang aneh atas diri Mbah Ganden. Setiap siang, dia tidak pernah kelihatan. Kamarnya terkunci rapat. Dari dalam kamarnya terdengar suara-suara berisik dan aneh. Bahkan kadang-kadang tercium bau busuk yang teramat menyengat,” ujar Rudi lirih sambil mendengarkan pandangan. Rona cemas dan takut berbaur di wajahnya.

“Aku sudah tahu akan hal itu,” sahut Nadya tak kalah pelan. Bahkan terdengar seperti bisikan.

“Kau sudah tahu?” Rudi dan Toni bertanya berbarengan.

Nadya mengangguk pelan.

“Bahkan kalau aku katakan apa yang aku tahu tentang Mbah Ganden, kalian pasti akan tercengang.”

“Mak-maksudmu, Nad?”

Sejenak Nadya mengedarkan pandangan. Untuk beberapa saat matanya terhenti di pintu kamar Loji yang senantiasa tertutup rapat. Pintu kamar Mbah Ganden.

“Sebenanrnyalah, Mbah Ganden itu sudah mati.” Nadya berkata hati-hati.

“Mati …,” gumam Toni dan Rudi bergidik ngeri.

“Ya, aku sudah melihat makamnya di bawah jurang sana. Kuburan tanpa nama.”

“Lalu yang setiap malam ada bersama kita itu siapa?” Toni penasaran.

“Itu hanyalah arwahnya. Jadi intinya selama ini dia memperdaya kita karena sesungguhnya dia sedang mencari korban.”

“Hah?!” Toni dan Rudi tercekat.

“Karena itulah, kita harus dapat keluar dari sini secepatnya sebelum salah satu dari kita jadi tumbalnya Mbah Ganden.”

“Tapi bagaimana cara kita keluar, Nad?” Kali ini Rudi yang kebingungan.

“Masih aku pikirkan.”

“Yang aku kawatirkan justru kondisi Nuril dan Dandi. Mereka belum sepenuhnya sadar diri. Sebagian ingatannya masih dikendalikan roh jahat dari Kenaren. Tentu kita kesulitan membawa mereka dalam keadaan demikian.” Toni berkata dengan mata terarah pada Nuril yang masih senyum-senyum sendirian.

“Hal itu nanti kita pikir sambil jalan. Yang penting sekarang kita cari cara agar bisa keluar dari sini secepatnya,” tukas Nadya.

Toni dan Rudi mengangguk berbarengan.

 

Lihat selengkapnya