“Bedebah!”
Mbah Ganden yang masih berdiri di salah satu sudut Jeding Ombo mengumpat resah. Ritual lelaku kungkum yang sedang ia jalankan untuk Nuril dan Tony terancam gagal. Padahal tinggal ritual puncaknya saja yang tersisa. Namun satu kekuatan yang sudah tak asing lagi baginya tiba-tiba datang mengacaukan rencana. Mantra pemanggil kekuatan rembulan yang hampir berhasil ia dapatkan, seketika hilang saat sekumpulan binatang malam terbang berarak memenuhi langit dan menutupi cahaya purnama.
Air kolam Jeding Ombo yang tadi dirasakan Nuril dan Toni seperti panas mendidih, kini kembali dingin dan beku. Air panas yang tadi nyaris menguliti kulit dan daging tubuh Nuril, seketika telah pergi. Begitu pula sinar bulan yang tadi menikam bola mata Tony, sekarang sirna berganti menjadi kegelapan yang mencekam.
Dandi dan Rudi yang masih berdiri di tepi selatan kolam, celingak-celinguk mengedarkan pandangan.
Dengan tubuh yang bergetar hebat, Mbah Ganden duduk bersila di tengah bangunan cungkup. Matanya terpejam rapat. Bibirnya yang hitam dan tebal kembali komat-komit merapal mantra. Kiranya lelaki tua itu tak mau menyerah. Ia tak ingin gagal mendapatkan puncak kekuatan purnama untuk mengabadikan keberdaannya di dunia fana.
Alam ruh yang tak juga menerima kedatangannya membuat lelaki itu gentayangan dan menjadi penghuni alam kegelapan. Dendam kesumat yang memenuhi hatinya membuat arwah lelaki tersesat tiada tempat untuk menetap.
“Hong wilaheng sekaring bawana langgeng. Sun amatek aji gineng. Sumunar saka ripta Dewi Roro Anteng. Ginelar sajeroning bathin saenggo teleng. Sakabehing rasa nyawiji dadi seneng. Nedya tinuhu tan kawis peteng. Tan kena tinilap ati sun kenceng. Binareng sumunaring purnama kang kapisan. Sun sedya raga kanggo tumekaning kadigdayan. Mugo sakabehing kekuatan mbulan rumasuk sajeroning jiwa ingsun sing ngalambrang. Rahayu … rahayu … rahayu ….”
Meski mantra itu hanya terucap dalam hati, tapi pengaruh yang ditimbulkan sangatlah besar sekali. Ratusan kelelawar yang semula terbang berarak menutupi cahaya bulan tanpa bersuara, tiba-tiba menjerit keras. Pekikan kelelawar yang melengking tinggi membelah malam yang semakin sunyi.
Perlahan pasukan binatang malam itu membubarkan diri. Mereka terbang semburat ke segala arah seperti jiwa-jiwa yang gelisah. Resah dan kehilangan arah.
Segurat senyum kecil tersungging di sudut bibir Mbah Ganden. Sepertinya ia belum terlalu terlambat untuk menarik kembali kekuatan bulan yang tadi sempat mau minggat. Kini perlahan sinar rembulan mulai menerobos di sela-sela awan. Lidah-lidah cahaya yang mulai terjulur bersiap menjilat kembali permukaan kolam Jeding Ombo.
Oh!
Alam bawah sadar Nadya yang dituntun kembali ke raganya oleh Aki Komar, mulai tersadar. Di tempat tubuhnya berdiri, ia mulai tersentak bagai baru saja tersengat aliran listrik. Belum sempat ia menyadari apa yang baru saja terjadi, begitu membuka mata, satu pemandangan mengerikan menyambutnya.
Air kolam Jeding Ombo kembali bergemuruh tepat ketika sinar bulan mulai menyapu permukaannya. Gelembung-gelembung kecil yang mulai tercipta menimbulkan uap panas mulai membumbung ke angkasa. Toni dan Nuril yang masih berdiri di tengah kolam kembali menggeliat-geliat kepanasan.