Pagi ini kabut tebal masih menyelimuti desa Bedengan. Selesai menikmati secangkir kopi dan sarapan dengan menu ala kadarnya, Mbah Sengkolo dan Pak Jumadi mengajak anak-anak bergegas ke Loji. Sedang Aki Komar bertugas menjaga Nuril untuk menantisipasi apabila terjadi hal-hal gaib lagi.
“Nadya, apakah Nuril temanmu itu pernah bercerita tentang asal muasal dia mendapatkan cincin mistis yang sekarang ada di jarinya itu?” tanya Mbah Sengkolo di tengah perjalanan.
Nadya tak langsung menjawab. Sejenak ia berusaha mengumpulkan ingatan hari-hari sebelum kedatangannya ke desa ini.
“Barangkali Toni sebagai pacarnya lebih tahu soal itu, Mbah,” sahut Nadya seraya menoleh pada Toni yang berjalan di belakangnya.
“Iya Ton, apa yang kau ketahui soal cincin merah delima itu?” Mbah Sengkolo mengalihkan pertanyaan.
“Saya tidak tahu banyak soal cincin itu, Mbah. Nuril memang pernah cerita kalau enam bulan yang lalu ia dan teman satu jurusan rekreasi ke salah satu pantai di Blitar. Di pantai dia menemukan cincin yang pakai itu. Tapi kami anggap itu cincin biasa-biasa saja. Toh sejauh ini cincin itu tidak pernah menunjukkan gejala-gejala yang aneh seperti sekarang,” jawab Toni seraya mengencangkan krah jaketnya.
“Kau yakin tidak pernah terjadi keanehan sekali pun?” Kali ini Pak Jumadi yang penasaran.
Toni berpikir sesaat. Ia kenang kembali hari-hari yang pernah ia lewati bersama Nuril. Sepanjang ingatannya Nuril adalah gadis pendiam yang tak banyak cakap dan pemalu. Tak banyak hal indah yang terjadi di antara mereka berdua. Kebersamaan lebih sering dihabiskan di ruang perpustakaan. Hingga akhirnya benak Toni terjerembab pada persetubuhan mereka di kamar mandi sebelum berangkat ke tempat ini.
“O iya Mbah, saya ingat sesuatu ….”
“Hal apa itu?”
“Sekitar empat puluh hari setelah memakai cincin itu, Nuril yang biasanya pendiam dan malu-malu menjadi sedikit liar dan selalu bersikap mesra. Hingga pada akhirnya kami hilang kendali dan melakukan hubungan badan sebelum ke mari,” kata Toni malu-malu.
Sempat juga ia menoleh pada Nadya sekadar untuk melihat reaksi gadis yang juga menyukainya itu. Tapi ya … Nadya melengos dan mengalihkan pandangan ke deretan rumah warga yang masih tertutup rapat.
Saat langkah mereka tiba di sisi bekas pabrik kopi Pijiombo yang sudah terbengkalai, sejenak mereka berhenti. Aura mistis tercium begitu kuat di sekeliling tempat ini. Rangka bangunan yang menjulang dan berkarat menimbulkan suasana angker semakin kuat. Rumput-rumput liar setinggi pusar orang dewasa yang telah memenuhi seluruh lantai bangunan itu menambah hawa seram terasa semakin mencekam. Terlebih jika pucuk-pucuk rumput itu sedang bergoyang tertiup angin, nampak bagaikan ada sekawanan penghuni alam kegelapan yang sedang berkejaran.
Sesekali terlihat kelelawar terbang berputar dalam area bangunan. Jeritannya yang khas seolah sedang mengabarkan adanya mangsa melintas yang siap dijadikan korban.
“Ayo, kita bergegas! Abaikan aura mistis yang terpancar dari bangunan tua itu,” kata Mbah Sengkolo seraya melanjutkan jalan.
“Jadi apa pendapat Mbah soal keanehan yang diceritakan Toni tadi?” Pak Jumadi masih penasaran.
“Perubahan sikap yang terjadi pada pacar ponakanmu itu hanya sebagian kecil dari tanda-tanda akan munculnya pengaruh jahat dari cincin merah delima. Semua ini baru permulaan. Akan ada hal-hal yang lebih mengerikan apabila gadis itu tidak segera mendapat pertolongan.” Mbah Sengkolo menjawab seraya memelintir jenggot putihnya.
Hah!
Semua terperanjat. Serta merta mata mereka membulat sempurna dengan mulut ternganga lebar. Namun mereka terkejut bukan karena penjelasan dari Mbah Sengkolo tadi, melainkan karena kondisi Loji Belanda yang sudah ada di depan mata mereka.
Betapa tidak! Selama ini mereka melihat Loji Belanda dalam kondisi asri. Tumbuhan di sekelilingnya menghijau rindang. Bunga-bunga di taman depan dan samping bangunan pada bermekaran aneka warna. Kolan kecil yang ada di tengah taman sisi selatan berair jernih lengkap dengan aneka jenis ikan yang berenang ke sana ke mari. Tapi sekarang? Yang ada di hadapan mereka adalah sebentuk bangunan tua yang sudah lama tak terjamah manusia. Banyak jelaga dan sarang laba-laba di berbagai sudut bangunan. Semua pintunya tertutup rapat, termasuk pintu gerbang.