Merasa tak nyaman dengan suara burung gagak yang terbang rendah mengitari persawahan tempat ia sedang mencari rumput, Panjali memutuskan mempercepat pulang sebelum keranjangnya penuh. Lagipula akibat semalam kurang tidur, hari ini ia merasa sangat lelah. Untuk itu ia pun sempat beristirahat di cungkup lor.
Di sana ia duduk pada sebuah bangku beton dan menyandarkan punggung di salah satu tiang penyangga atap. Matanya menatap lurus ke timur, pada pucuk beringin yang tumbuh di Sitinggil.
Suara burung gagak masih juga terdengar. Meski tak sekeras sewaktu masih di tengah sawah tadi, tapi tetap saja suara gagak itu terasa mengganggu sekali. Bagi orang lain mungkin suara gagak hanyalah hal yang biasa. Namun bagi Panjali yang sudah pernah berurusan dengan makhluk gaib akibat kehadiran burung gagak, mau tak mau membuatnya memendam kekawatiran.
“Panjali ….” Satu suara tiba-tiba menyapanya.
Perlahan Panjali bangkit dan berbalik badan. Seulas senyum langsung ia hadirkan di sudut bibirnya saat ia tahu kalau pemilik suara itu ternyata adalah Gayatri. Gadis itu sepertinya masih dalam perjalanan pulang sekolah.
“Baru pulang sekolah, Tri?” Panjali mendahului bertanya ketika gadis itu sudah duduk tak jauh darinya.
“Iya, kau sendiri kenapa ada di sini?” Gayatri balik bertanya.
“Istirahat, Tri. Capek banget aku hari ini. Mungkin karena semalam kurang tidur.”
“Tapi kau senang kan, nungguin mahasiswi yang cantik itu?” Gayatri berkata sambil membuang muka.
“Kau ini bicara apa, Tri? Ya gak mungkin lah aku suka dengan mahasiswi itu. Lagian aku nunggu dia kan atas perintahmu kakekmu juga.”
“Awas ya, kalau kau sampai macam-macam dengan mahasiswi itu!” Nada sewot jelas terdengar dari suara Gayatri.
“Jadi … kau cemburu nih, ceritanya ….” Goda Panjali sambil mengulurkan tangan hendak menowel dagu kekasihnya. Namun dengan tangkas Gayatri menepis tangan Panjali disertai ekspresi wajah yang cemberut kesal.
“Yeee, siapa juga yang cemburu? Kalau kau mau ya ambil saja dia. Huh!” Gayatri mendengus kesal dan langsung melangkah pergi tanpa permisi.
Panjali hanya bisa geleng-geleng kepala sembari menatap kepergian kekasihnya. Menyaksikan pinggul Gayatri yang melenggang-lenggok saat melangkah, ia jadi menyadari bahwa ternyata antara Gayatri dan Nuril tidak hanya mirip dalam hal wajah, tapi juga cara berjalan serta tingkah polahnya.
Sejenak Panjali mengencangkan tali karet yang mengikat keranjang rumput dengan motor bututnya. Lantas ia menghela napas berat dan dalam, baru kemudian melanjutkan perjalanan pulang ke rumah majikan.
***