Six Sense Diary

Kandarpa Cahya Putra
Chapter #3

Pertemuan

" Aku malas, masa latihan dasar kepemimpinan wajib sih buat osis! " dengan mengeluh, putra bangun dari tempat tidurnya. Handuk yang tergantung itu diturunkan, segera putra ke kamar mandi. Dengan muka lusuh mempersiapkan diri untuk mengikuti latihan dasar kepemimpinan itu. Berangkat di pagi buta karena sebelum matahari terbit dia harus sudah sampai di sekolah, karena tidak tega melihat putra berjalan ayahnya mengantarkannya.

Sesampainya di sekolah, putra berkumpul dengan teman - temannya mempersiapkan diri untuk berangkat menuju tempat yang di siapkan oleh panitia, tempat itu adalah tempat yang biasa digunakan untuk kegiatan seperti latihan dasar kepemimpinan dan lainnya.

Perjalanan memakan waktu cukup lama, dengan mobil TNI yang mempunyai ruangan terbatas membuat putra dan teman - temannya mudah mual karena saling berdesakan. Menyanyikan yel - yel ciri khas sebagai anggota osis, membuat perjalanan yang begitu panjang tidak terasa.

Begitu melelahkan, tapi tidak terasa putra dan teman - temannya telah sampai, mempersiapkan diri dan barang bawaan menuju lokasi. Berbaris dengan rapih sambil menggendong tas yang di bawa masing - masing, mengadakan upacara pembukaan.

Melihat senyumnya yang manis selalu membuatku tersenyum sendiri, namaku nadha teman satu kelasnya putra. Aku ingin berteman dengannya tetapi aku malu dan takut, takut dia menjauhiku seperti teman - teman yang lain, hanya karena aku memiliki sesuatu yang biasa disebut indra keenam. Melihat hantu, makhluk halus tak kasat mata lainnya adalah keseharianku. Terbiasa dengan hal seperti itu karena ini adalah keturunan yang diturunkan oleh ibuku, dibimbingnya aku sampai terbiasa dengan hal seperti ini.

Semua berubah, berawal dari kata malu dan takut menjadi berani karena aku melihat sendiri bahwa putra sama sepertiku. Memiliki takdir yang sama.

Berawal dari kejadian malam hari saat latihan dasar kepemimpinan. Kami semua dibangunkan jam dua pagi untuk mempersiapkan diri jurit malam, semua berkumpul di lapangan untuk di berikan arahan oleh para panitia.

Awalnya jurit malam berjalan dengan lancar dan menyenangkan, namun semua berubah ketika selesai melakukan jurit malam dan kami berkumpul saat itu. Ternyata ada seorang siswi dari kelasku yang hilang. Panitia menyuruh kami untuk duduk berdiam diri untuk berdoa agar siswi yang hilang dapat ditemukan. Merasa ada yang tidak beres saat itu, aku mengajukan diri untuk ikut membantu mencari, panitia juga memperbolehkan aku ikut karena mereka sudah tau tentang indra ke enam ku ini. Putra juga mengajukan diri untuk ikut karena dia adalah ketua kelas merasa bertanggung jawab untuk mencari temannya yang hilang.

Menelusuri tempat - tempat yang telah dilewati pada saat jurit malam, dan aku berhenti di suatu tempat yang dimana tempat itu adalah tempat temanku hilang. Bagaimana aku bisa tau? tiba - tiba kepalaku begitu pusing.

" Kak, stop deh kepalaku tiba - tiba pusing. "

Sakit kepala yang kurasakan begitu hebat, tetapi sakit itu memperlihatkan sesuatu aku melihat temanku tidak hilang karena jatuh atau memisah dari grup tetapi hilangnya temanku adalah sesuatu hal yang berada di luar nalar manusia. Temanku di culik oleh sosok hitam tinggi besar, sosok itu begitu menyukainya karena temanku memiliki aura yang sangat aneh hingga para makhluk halus berdatangan.

" Kamu tidak apa - apa nad ?." ucap putra yang datang menghampiri menepuk pundakku, dan memejamkan matanya. Sakit kepalaku tiba - tiba hilang begitu saja, beberapa saat setelah menepuk pundakku putra menutup matanya entah apa yang dia lakukan aku merasakan dia sendang melakukan sesuatu, putra kembali membuka matanya dan kami melanjutkan perjalanan. Perjalanan terus di lanjutkan baru beberapa meter kami berjalan kami dikejutkan dengan teman yang hilang itu tiba - tiba dia ada di tengah jalan tergeletak lemas.

" Dek, kamu tidak apa - apa ?. " panitia mencoba membangunkan dia, tersadar dalam tangis dan langsung memelukku.

" Nadha, gua takut... " memeluk erat menangis tersedu - sedu, aku hanya bisa diam dan memeluknya.

Karena bingung dengan apa yang terjadi putra berbicara kepada panitia agar semua kejadian ini tidak di pertanyakan lagi karena ini menyangkut trauma yang di alami oleh temanku, panitia mengiyakan apa yang diminta dan kami membawanya kembali ke tempat kami berisitrahat.

Pagi telah menjelang dingin udara pegunungan menembus tulang, merapihkan peralatan, mempersiapkan diri untuk upacara penutupan bahwa latihan dasar kepemimpinan telah selesai. Membereskan lebih awal sangat menyenangkan dapat duduk memandangi indahnya pemandangan desa, baru saja duduk putra menghampiriku, dia duduk disampingku.

" Suasana disini indah ya nad."

Lihat selengkapnya