SKACHERY

Hasna Khairunisa
Chapter #13

#13. Hujan Panas

"Udah siap?" Suara Rendy membuat Rei seketika tertoleh. Rei memang sedang menunggu di loby depan, padahal hari ini cuacanya sama sekali tidak bersahabat. Angin kencang saling bertiupan menerbangkan debu-debu halus ke sembarang arah.

"Iya, udah," jawab Rei singkat. Ia tak ingin berbasa-basi ria. Begitupun Rendy yang tampak sungkan untuk bicara lebih pada gadis itu.

Perjalanan mereka dilingkupi dengan hening yang menyiksa Rendy. Bagaimana tidak, sejak 15 menit yang lalu tak ada yang bersuara sedikit pun. Canggungnya jadi makin terasa.

"Ekhm ... nyalain radio ya," ujar Rendy berusaha memecah sunyi. Sedangkan yang diajak bicara tidak sedikitpun mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela.

"Terserah," balasnya dingin tanpa minat.

Setelah menyalakan radio dan mengusir senyap di dalam mobilnya, Rendy kembali melempar pertanyaan sebagai basa-basi. "Cowok lo kemana tadi? Tumben gak kelihatan."

Rei mengernyit sesaat. "Cowok gue?"

"Iya, yang namanya Rio Rio itu cowok lo 'kan?"

Rei mendengus tidak suka mendengar pertanyaan yang terkesan sok tahu itu. "Dia sahabat gue."

Rendy mengangguk-anggukan kepalanya paham. Sebenarnya dia sudah tahu fakta itu, tapi tetap ia tanyakan supaya suasananya tidak terlalu tegang. Seperti sedang Ujian Nasional saja!

"Yakin cuma sahabatan doang? Gak ada sesuatu yang lebih gitu?"

"Maksud lo tuh apa sih? Gak bisa apa fokus nyetir aja?!" sentak Rei kesal. Serius, moodnya bertambah buruk saat berbicara dengan Rendy.

"Sorry, kalau gue bikin lo kesel," ucap Rendy yang kemudian membungkam mulutnya sendiri. Sejauh ini, itu adalah kalimat terakhir sebelum hening kembali mengukung mereka.

Keduanya sama-sama sibuk memandangi jalan. Padahal tak ada sesuatu yang menarik. Objeknya hanya mobil, motor, gedung-gedung pertokoan, dan orang-orang yang berlalu lalang di trotoar. Pikiran Rei melayang entah kemana. Dibawa angin kencang tadi mungkin. Tidak ada yang benar-benar mampu mencuri atensi Rei, selain ... isi dalam paperbag yang sedari tadi berada di pangkuannya.

Jaket milik Jayden.

Kemarin Rei baru sadar dengan keberadaan jaket itu. Jaket hitam yang masih menguarkan aroma cokelat khas si empunya. Mengingatkan Rei tentang punggung lebar yang mampu membuat pipinya bersemu. Oh, apa ini? Kenapa sekarang dia malah memikirkan lelaki itu?

Rei menggeleng beberapa kali. Mencoba menyangkal bayangan itu agar tak melulu singgah di otaknya. Satu helaan napas panjang Rei nyatanya menarik perhatian Rendy. Lelaki itu menoleh cepat, sebelah alisnya terangkat.

"Kenapa?"

Netra Rei melirik sekilas ke samping kanannya. Lantas menggeleng cepat. "Gak apa-apa."

"Nih ...," ujar Rei sembari memberi paper bag pada Rendy.

Ada raut terkejut yang tampak jelas di wajah agak oriental itu. Wajah dengan proporsi yang unik. Jika diperhatikan sekilas, ada kesan oriental di sana, namun sisi lokalnya juga tak kalah saing. Tipe wajah yang dapat dengan mudah diingat dalam sekali lihat. Karena memang se-unik itu.

"Buat gue?" Pertanyaan itu menyadarkan Rei dari kekagumannya pada fitur wajah Rendy yang tak biasa.

"Bukan, ini punya temen lo."

"Jayden?" tebak Rendy. Harusnya dia sudah tahu siapa orang yang di maksud Rei. Kalau bukan Jayden, siapa lagi teman Rendy yang Rei kenal?!

Bola mata Rei berotasi, jengah. "Ya, iya ... gue titip ini ke elo aja."

"Kenapa gak kasih langsung ke orangnya?"

"Gue gak mau berurusan sama dia lagi setelah ini."

Lucunya, suasana kembali senyap. Rendy mendadak diam dan fokus lagi pada jalan. Sementara Rei, menatap ke arah pertokoan sepanjang perjalanan. Biarkan sajalah heningnya mendominasi. Begitu seterusnya hingga mobil Rendy memasuki area parkir. Mereka sampai, namun belum ada yang beranjak se-senti pun untuk keluar dari mobil.

"Gue boleh nanya sesuatu gak?" tanya Rendy dengan tatapan lurus ke depan.

Lihat selengkapnya